Panglima Laskar Front Pembela Islam (FPI), Munarman menilai selama ini proses penyelidikan yang dilakukan polisi lebih mengarah kepada
design agar kasus ini bukanlah tindakan pidana. Terbukti, selama ini polisi menghadirkan tiga ahli, yakni ahli agama, ahli pidana dan ahli bahasa, namun kesemuanya menyatakan bahwa tidak ada tindak pidana atas kasus ini. Itu kemudian yang diprotes oleh para pihak pelapor, termasuk FPI, hingga akhirnya polisi berkenan menghadirkan saksi dari pihak pelapor. Kemudian FPI menghadirkan Muhammad Rizieq Shihab sebagai saksi ahli agama.
"Kita protes. Saksi yang mereka datangkan semuanya Ahokers. Baru setelah kita persoalankan, mereka mendatangkan ahli dari pelapor," kata Munarman di Jakarta, Senin (14/11).
Munarman mengaku heran, penyidik malah membebankan kepada pelapor untuk mencari bukti, padahal ini adalah dugaan tindak pidana umum. Seharusnya penyidik mencari bukti bahwa Ahok melakukan penistaan agama, bukan malah mencari saksi yang meringankan.
"Tugas penyidik itu mencari bukti, bukan membebankan pencarian bukti kepada pelapor. Kalau terlapor membela diri, silahkan di pengadilan. Polisi bertindak sebagai forum pengadilan dan pengacaranya terlapor," tegasnya.
Ia membeberkan, saat Habib Rizieq didatangkan sebagai saksi, penyidik malah melontarkan pertanyaan tentang fatwa MUI, bukan soal tindakan yang dilakukan oleh Ahok.
"Habib malah ditanya, apakah sikap MUI itu sudah benar? Masa pertanyaannya itu. Jadi yang diuji itu MUI," kata Munarman.
Ia pun berkeyakinan bahwa sudah sangat jelas polisi berkeinginan agar konstruksi
design gelar perkara dilakukan untuk membebaskan Ahok dari segala tuduhan.
"Tugas negara itu menangkap orang jahat, tapi dalam kasus ini mau meloloskan orang jahat," tegas Munarman.
[rus]
BERITA TERKAIT: