Gelar perkara yang dilakukan secara terbuka kepada publik sebenarnya tak lazim dan tidak dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Gelar perkara merupakan prosedur internal yang diatur tersendiri oleh lembaga penegak hukum.
Anggota Komisi III DPR RI, Teuku Taufiqulhadi, mengakui bahwa gelar perkara seharusnya dilakukan secara tertutup.
"Secara teoritis asas universal harus tertutup," aku politikus dari Fraksi Partai Nasdem itu saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (7/11).
Namun, dia menilai kasus Ahok masuk dalam kategori exceptional (pengecualian). Pemerintah menganggap gelar perkara secara terbuka sebagai jalan terbaik dalam persoalan yang menjadi perhatian publik tersebut.
"Kalau Kapolri ambil sikap itu, dilema. Tapi mana yang paling baik, jangan sampai keputusan itu dituduh diambil secara tertutup. Masyarakat tidak puas maka diberi kesempatan terbuka. Jadi bertentangan dengan teori dalam hukum," katanya.
Tapi kalau dilihat dari asas hukum, menurutnya, masih diperkenankan. Asas itu masih lebih tinggi dari teori dalam hukum.
"Jadi kami persilakan pada Kapolri mau terbuka atau tertutup. Itu landasannya ada semua," jelasnya.
Menurutnya, dilihat dari kondisi kekinian yang terjadi, jangan sampai ada tuduhan-tuduhan di balik proses penanganan atas kasus Ahok jika gelar perkara dilakukan secara tertutup.
"Dinyatakan Ahok bersalah, akan timbulkan dugaan tuduhan di kalangan pendukung Ahok, dan sebaliknya. Makanya Kapolri persilakan terbuka, walau secara teoritis tidak boleh," tutupnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: