"Jangankan Terima Sesuatu Digaji Saja Tidak Mau,…"

Dahlan Diperika Keempat Kalinya

Selasa, 25 Oktober 2016, 08:17 WIB
"Jangankan Terima Sesuatu Digaji Saja Tidak Mau,…"
Dahlan Iskan/Net
rmol news logo Penyidik Pidana Khusus Kejati Jatim membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk mengurai dugaan penyelewengan restrukturisasi aset PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim. Kemarin, untuk kali keempat, Dahlan Iskan memberikan keterangan sebagai saksi untuk tersangka Wisnu Wardhana.

Dahlan menjalani pemeriksaan di lantai 5 gedung Kejati Jatim mulai pukul 09.00. Pria yang pernah menjabat Dirut PLN itu baru meninggalkan gedung kejaksaan pukul 21.10.

Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Jatim Dandeni Herdiana menyatakan, Dahlan dimintai keterangan sebagai saksi. Ada 25 pertanyaan yang diajukan penyidik sejak pagi hingga malam. Menurut dia, pemeriksaan memakan waktu karena sangat banyak hal detail yang ditanyakan. "Kejadiannya sudah berlangsung sangat lama," katanya.

Menurut dia, Dahlan membutuhkan waktu untuk mengingat-ingat kejadian pada 14 tahun silam. Hal itu dilakukan untuk mengetahui proses pelepasan aset secara utuh mulai awal sampai akhir. Penyidik ingin mencari kebenaran secara utuh sehingga harus menggali banyak hal yang bersifat detail.

Sampai sekarang, penyidik juga belum bisa menunjukkan jumlah kerugian negara dalam kasus itu. Dandeni menyatakan, kerugian tersebut masih dihitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). "Kami masih menunggu," ucapnya.

Dia menambahkan, penyidik belum bisa memeriksa Sam Santoso selaku pembeli. Menurut dia, pembeli salah satu aset PWU tersebut sudah terbaring di rumah sakit selama sembilan hari. Sam sedang menjalani pemulihan setelah terserang stroke. Penyidik bahkan sudah mengirimkan tim penyidik plus dokter kejaksaan untuk mengecek kondisinya secara langsung.

Kepala Kejati Jatim Maruli Hutagalung saat keluar dari kantor kejati sekitar pukul 19.30 tadi malam juga menyatakan bahwa Dahlan diperiksa sebagai saksi. "Tersangkanya Wisnu Wardhana," katanya.

Sementara itu, penasihat hukum Dahlan, Pieter Talaway, mengungkapkan, secara kebijakan, restrukturisasi aset di PT PWU tidak bermasalah. Segala mekanisme sudah dilalui Dahlan selaku Dirut. Termasuk yang dipersoalkan selama ini, yakni dianggap melanggar Perda No 5/1999 terkait dengan pelepasan aset tidak seizin DPRD.

"Faktanya, ada surat persetujuan dari ketua DPRD yang dasarnya dari rapat di komisi C," kata Pieter. Dalam surat itu disebutkan, sesuai dengan hasil rapat dengar pendapat antara komisi C dan PT PWU, diputuskan pelepasan aset diproses sesuai dengan UU PT.

Jika dalam perjalanan terjadi masalah dalam restrukturisasi aset, Pieter menyatakan, Dahlan tentu tak bisa serta-merta dikaitkan. Apalagi dia telah membentuk tim restrukturisasi serta memberikan kuasa kepada Wisnu Wardhana (WW). Saat itu WW menjabat kepala biro aset.

Ketika membentuk tim dan menunjuk WW, Dahlan juga menerapkan pakta integritas. Mantan menteri BUMN itu melarang siapa pun melakukan korupsi. "Minta fee pun dilarang," tegas Pieter.

Dahlan juga menjamin tak pernah menerima apa pun dari WW maupun tim restrukturisasi aset. "Jangankan menerima sesuatu, sejak awal, digaji saja tidak mau," imbuhnya.

Pernyataan Pieter itu diamini Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Erman Rajaguguk. Dia menyatakan, penyelewengan di perusahaan BUMN dan BUMD tidak selalu harus menjadi tanggung jawab direksi.

Pertanggungjawaban hukum bisa dimintakan kepada pelaksana teknis yang mendapat kuasa dari direksi. Tanggung jawab seperti itu telah jelas dirumuskan dalam KUHP. "Jadi, kalau yang menyeleweng itu pelaksana teknis, ya dia yang bertanggung jawab. Kecuali ada persetujuan dari direksi untuk menyeleweng," jelasnya.

Sebagaimana diketahui, penjualan aset yang selama ini dipermasalahkan kejati sebenarnya merupakan restrukturisasi aset. Dibuatkan deposito untuk uang hasil penjualan aset itu atas nama perusahaan. Dengan begitu, uang penjualan tersebut tidak tercampur dan terpakai untuk operasi PT PWU. Sebab, bila tercampur, lama-kelamaan uang akan habis tanpa terasa. Uang hasil penjualan tersebut wajib dipakai untuk membeli aset di tempat lain yang lebih produktif.

Restrukturisasi aset merupakan satu-satunya cara untuk menghidupkan PWU. Sebab, saat lahir dari peleburan lima perusahaan daerah (PD), banyak aset PWU yang bermasalah. Apalagi, modal perusahaan sangat kecil.

Permasalahan aset PWU sangat kompleks. Ada yang berstatus hak guna bangunan (HGB) dan hak penggunaan lahan (HPL) dengan izin mati bertahun-tahun. Ada pula yang sudah dikuasai pihak lain karena lama terbengkalai. Juga, ada yang nyaris disita bank lantaran sebelumnya diagunkan.

Jalan satu-satunya untuk menyelesaikan persoalan aset itu adalah menjualnya kepada orang yang tepat. Penjualan tersebut bersifat asset-to-asset. Aset dijual untuk dibelikan aset di tempat lain.

Restrukturisasi aset oleh PT PWU juga bukan tanpa hasil. Mantan Ketua Komisi C DPRD Jatim (1999â€"2004) Dadoes Sumarwanto menyatakan, restrukturisasi aset PT PWU berbuah positif. Misalnya, terciptanya Industrial Estate Wira Jatim. Kompleks industri itu berhasil diwujudkan karena aset PWU di Karang Pilang, Surabaya, bisa diperluas.

Sebelumnya, PT PWU memang punya aset 14 hektare. Sayang, lahan itu sulit dikembangkan. Sebab, di antara lahan tersebut terdapat beberapa tanah milik orang lain. Agar bisa disatukan, tanah-tanah orang itu harus dibeli.

Nah, dari penjualan aset tidak produktif di daerah lain, PWU akhirnya bisa membeli lahan 10,5 hektare di sekitar lahan di Karang Pilang. Jadilah aset di Karang Pilang tersebut utuh dan punya luas total 24,5 hektare. Kini nilai aset itu sudah sangat tinggi. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA