Menurut Julius, penelusuran rekam jejak yang hanya menÂgacu kepada verifikasi dokumen tidak akan menjaring calon yang berkualitas. Harus dilakukan verifikasi faktual di lapangan.
"Selain itu dari beberapa nama yang disodorkan MAada beberapa yang diberi catatan merah oleh KY. Namun, tetap diloloskan. Selain itu, setelah pansel meloloskan para calon, tidak dijelaskan pula apa alaÂsannya," papar Julius.
Dikatakan, dari 6 calon haÂkim ad hoc tipikor, ada empat calon hakim di tingkat pertama yang memiliki catatan merah namun tetap lolos. Dari enam hanya dua yang memiliki cataÂtan hijau atau bersih.
Padahal, kalau proses rekrutÂmen hakim ad hoc pengadilan tipikor tidak menetapkan stanÂdar tinggi, putusan yang dibuat sama dengan yang sudah ada. Tren putusan dari tahun ke tahun semakin ringan, bahkan ada hakim ditangkap karena menerima suap.
"Kami meminta proses seleksi hakim dilakukan perÂbaikan, sebab MA meloloskan calon hakim yg sudah ditandai KY dengan rapor merah. Kalau perlu ditunda (pelantikannya) lakukan standar yang tinggi. Buka masukan publik, jadikan KY mitra strategis jangan hanÂya pakai surat," pinta Julius.
Selain itu, persoalan komÂpetensi dan integritas hakim juga menjadi poin penting. Persoalan ini menjadi krusial pada setiap seleksi calon haÂkim ad hoc pengadilan tipikor. Sebab, proses pengisian hakim posisi hakim ad hoc melalui seleksi terbuka menempatkan jabatan ini bisa diduduki oleh siapa saja.
Menurut Julius, pakem stanÂdar perlu diterapkan. Antara lain, usia maksimal 40 tahun dan berlatar belakang sarjana hukum. Memiliki pengalaman di dunia hukum minimal 15 tahun dan mengerti seluk beÂluk Undang-Undang Tipikor. Sehingga, putusan yang akan mereka buat memberi efek jera dan menekan angka korupsi.
"Kalau ada satu hakim saja yang memberi putusan makÂsimal, sudah cukup untuk memberi efek jera. Dengan deÂmikian diharapkan angka koÂrupsi menurun. Kalau putusan ringan, maka korupsi semakin merajalela," nilainya.
"MA menyiapkan hakim ad hoc tipikor buat masyarakat, seharusnya proses rekrutmen juga melibatkan masyarakat luas. Minimal proses rekrutmen dilakukan secara transparan. Kalau perlu proses
fit and propert test dilakukan secara terbuka, sehingga masyarakat tahu siapa hakim yang terpilih," kata Julius. ***
BERITA TERKAIT: