Sekjen DPP Pospera, Abdul Rahim K Labungasa menjelaskan, pihaknya juga membuat laporan baru terkait pengancaman dan teror yang dilakukan sekelompok orang terhadap aktivis Pospera di Bali. Bentuk-bentuk ancaman dan teror dilakukan melalui media sosial maupun secara fisik dengan mendatangi secara beramai ramai rumah keluarga aktivis Pospera di Bali.
"Bahkan ada akun yang memuat foto anak dan isteri aktivis Pospera disertai kalimat mengancam," terang Rahim.
Dia sendiri sudah menjalani pemeriksaan oleh penyidik Bareskrim, 26 Agustus 2016 atau sekitar 11 hari setelah pelaporan awal.
"Ada sekitar 20 akun sosial media yang dilaporkan dengan sejumlah isi ancaman. Mulai dari ancaman pembunuhan, pembakaran, penganiayaan, dan pengusiran. Juga penyebaran secara masif berbagai ujaran kebencian," jelas Rahim.
Rahim menjelaskan, penyidik menyebutkan bahwa laporan yang disampaikan masuk dalam pasal 27 terkait penghinaan dan ujaran kebencian. Termasuk, pasal 28 penyebaran isu SARA, serta pasal 29 Undang Undang ITE terkait ujaran kebencian, penyebaran ancaman dan teror.
"Laporan dan pemeriksaan bukti bukti awal yang berlangsung selama 5 jam di Mabes Polri tersebut diterima di Divisi Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri dengan nomor laporan: TBL/641/IX/2016/Bareskrim," jelasnya.
Rahim menambahkan, DPP Pospera mengecam segala bentuk teror untuk tujuan apapun dan melalui cara apapun.
"Teror adalah cara-cara yang antidemokrasi dan antikemanusiaan yang tidak bisa di tolerir," tandasnya.
[sam]