Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan Hadi Jatmiko saat berbincang dengan
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (29/8).
Pada 12 Agustus 2016 lalu, Pengadilan Tinggi Palembang mengabulkan materi banding KLKH atas putusan Pengadilan Negeri Palembang yang memenangkan PT BMH atas Karhutla seluas 20 ribu hektar dengan tuntutan ganti rugi hanya Rp78,5 miliar. Padahal tuntutan yang diajukan KLKH kepada PT BMH mencapai angka Rp7,8 triliun. Artinya perusahaan itu cukup hanya membayar 1 persen dari nilai tuntutan atas Karhutla di Distrik Simpang Tiga dan Distrik Sungai Beyuku I, Kabupaten Indragiri Ilir, Provinsi Riau pada tahun 2014.
"KLKH kurang sigap dan mungkin tidak terlalu berani," ujarnya.
Hadi mengatakan KLKH tidak menganggap remeh kasus karhutla yang melibatkan PT BMH, salah satu anak perusahaan kertas terbesar di dunia, Asia Pulp and Paper (APP) itu. Ganti rugi Rp78,5 miliar menurutnya terlalu sedikit dan tidak sebanding dengan kerugian yang dialami oleh negara selama ini.
"Nilai kerugian akibat kebakaran hutan yang dilakukan oleh PT BMH itu sangat besar," katanya.
Kata Hadi, Menteri Kehutanan Siti Nurbaya seharusnya berkomitmen menghentikan karhutla yang terjadi selama ini. Salah satunya dengan menjalankan instruksi yang diarahkan oleh Presiden Joko Widodo, yakni dengan menangkap korporasi pembakar hutan. Sayangnya hal semacam ini belum pernah dilakukan oleh Ditjen Penegakan Hukum (Gakkum) KLKH.
"KLKH harus segera melakukan langkah pemberian sanksi karena dalam UU Lingkungan Hidup dijelaskan bahwa pemberian sanksi tidak harus menunggu putusan pengadilan baik itu perdata maupun pidana," tukasnya.
[zul]
BERITA TERKAIT: