Terpidana Kasus Askrindo Ajukan PK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 19 Juli 2016, 08:55 WIB
rmol news logo Terpidana kasus Askrindo, Benny Andreas Situmorang mengajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK).

Direktur Utama PT Jakarta Securities ini mempunyai bukti baru berupa keputusan Pengadilan Negeri (PN) Depok, Jawa Barat, yang memenangkan gugatan perdatanya atas oknum PT Askrindo, PT Tranka Kabel, dan PT Jakarta Investment.

Secara formil pengajuan PK yang diajukan oleh Benny tersebut sudah diterima oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. Karena itu, bukti baru itu sudah layak diuji di majelis PK Mahkamah Agung (MA).

"Kemenangan di gugatan perdata itu novum yang saya ajukan untuk PK saya," jelas Benny dalam keterangannya kepada redaksi.

Benny optimistis, PK dia bakal dikabulkan majelis PK. Dia menjelaskan, kasus yang menimpa ini unik karena ada dua putusan untuk kasus yang sama.

Dalam kasus pidana korupsi, Benny dinyatakan bersalah dan divonis 10 tahun yang pertama. Padahal, dalam gugatan perdata untuk kasus yang sama, pengadilan mengabulkan gugatan Benny. Kedua putusan inipun sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).

Sebelumnya, dalam keputusannya, Majelis Hakim Agung MA memperberat hukuman Benny menjadi dua kali dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Sementara persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menvonis Benny lima tahun penjara. Dan di tingkat banding, hakim pengadilan tinggi menguatkan keputusan pengadilan Tipikor.

Kasus korupsi dana Askrindo menjadi tanda tanya lantaran di seluruh tingkat peradilan, tak ada keputusan bulat dari majelis hakim. Baik di pengadilan tingkat pertama, banding, hingga kasasi, selalu muncul desenting opinion atau pendapat berbeda dari salah satu anggota majelis.

Di sidang pengadilan Tipikor misalnya, hakim Alexander Marwata mengajukan pendapat berbeda atas kasus ini. Alexander, kini menjadi salah satu komisioner di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Dalam sidang putusan kasasi itu juga ada pendapat berbeda dari Hakim Agung Leopold Luhut Hutagalung. Artinya, tidak ada kata mufakat dari majelis hakim agung yang diketuai Artidjo Alkotsar. Akibatnya, keputusan diambil dari suara terbanyak. Tanpa keputusan bulat dari majelis kasasi, hukuman saya justru diperberat menjadi 10 tahun penjara," keluh Benny.

Berdasarkan tiga pendapat berbeda dan putusan pengadilan perdata PN Depok itulah Benny mengajukan peninjauan kembali atas kasusnya. Putusan PN Depok yang telah berkekuatan hukum tetap karena pihak tergugat tidak mengajukan banding.

"Amar putusan PN Depok jelas, bahwa terjadi perbuatan melawan hukum, yang menyebabkan waspretasi pada pihak PT Tranka Kabel dan PT Jakarta Investment, yang menyebabkan kerugian pada pihak saya," pungkasnya.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA