Salah satunya mengenai perencanaan dalam pembelian lahan. Agus merujuk pada Peraturan Presiden 40/2014 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan itu menjelaskan, pembelian lahan dengan luas di bawah 5 hektar bisa dilakukan secara langsung oleh instansi yang memerlukan tanah dengan para pemegang hak atas tanah, dengan cara jual beli atau tukar menukar atau cara lain yang disepakati kedua belah pihak.
Hal ini jugalah yang menggugurkan temuan BPK soal tidak adanya perencanaan yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dalam laporan auditnya, BPK memang
menemukan enam indikasi penyimpangan dalam proses pengadaan tanah, yakni penyimpangan dalam tahap perencanaan, penganggaran, tim, pengadaan pembelian lahan RS Sumber Waras, penentuan harga, dan penyerahan hasil pengadaan tanah.
"Itu yang coba kami dalami lewat pertemuan teman-teman auditor BPK dengan penyelidik kami," ujar Agus dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (15/6).
Agus juga mengungkapkan bahwa sebelum rapat dengar pendapat dengan DPR dimulai kemarin, pada Senin lalu (13/6) pihaknya sudah menggelar ekspose kasus.
Dari sana, lanjut Agus, penyelidik meminta penghentian penyelidikan kasus. Permintaan itu tidak dikabulkan pimpinan KPK.
"Kami belum bisa hentikan. Kalau ada bukti baru, kami proses lagi. Hari ini belum kami putuskan berhenti. Tapi sampai saat ini, laporan ke kami, mereka tidak menemukan perbuatan melawan hukum. Itu yang patut menjadi perhatian bapak-bapak sekalian," ujar Agus.
[ald]
BERITA TERKAIT: