Pengamat kepolisian Alfons Loemau menilai, hal tersebut berbenturan dengan Undang-Undang Nomor 2/2002 tentang Polri.
Menurut mantan kepala Biro Binamitra Polda NTT itu, UU Polri menyebut bahwa calon Kapolri adalah polisi aktif yang berpangkat bintang tiga dan diusulkan oleh Komisi Kepolisian Nasional kepada Presiden RI.
Disamping itu, dalam pasal 30 ayat 2 juga menyebutkan perpanjangan usia pensiun anggota Polri menjadi 60 tahun harus memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan. Keahlian khusus tersebut seperti dalam bidang forensik dan jabatan Kapolri tidak masuk keahlian khusus.
Alfons menilai, meski presiden memiliki hak prerogatif untuk memilih Kapolri, namun jika Kapolri sekarang dipaksakan diperpanjang masa jabatannya maka sama saja memutus regenerasi di tubuh Korps Bhayangkara. Apalagi, Badrodin Haiti akan memasuki masa pensiun pada Juli 2016 mendatang.
"Hal itu seharusnya tidak boleh dilakukan. Jika dilakukan sama saja tidak ada regenerasi di tubuh Polri walaupun ada hak prerogatif presiden," ujarnya saat dihubungi wartawan, Kamis (9/6).
Alfons menengarai jika wacana perpanjangan masa pensiun Kapolri berbau unsur politik. Menurutnya, saat pergantian Kapolri, hal yang menyalahi aturan acapkali dipaksakan.
"Hal ini memang terdengar seperti ada unsur politiknya, bisa jadi memang betul adanya. Seperti biasanya menjelang pergantian langsung heboh yang pasti jika hal ini benar-benar dilakukan maka sudah menyalahi aturan yang ada," jelasnya.
Saat disinggung mengenai siapa sosok yang tepat untuk menggantikan posisi Badrodin Haiti, Alfons menilai perwira aktif bintang tiga seperti Budi Gunawan sudah tepat untuk menggantikan.
"Ada beberapa nama jenderal bintang tiga yang muncul, kalau saya lihat Budi Gunawan adalah yang paling tepat. Dirinya sudah pernah menjalani serangkaian tes, walaupun waktu itu terbentur masalah hukum dengan KPK, namun semuanya sudah berakhir sekarang ini," demikian Alfons.
[wah]
BERITA TERKAIT: