Sidang Perguruan Wahidin, Kuasa Hukum Pemohon Pertanyakan Sikap Hakim

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 31 Maret 2016, 22:29 WIB
rmol news logo Sidang lanjutan praperadilan dalam kasus tindak pidana memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik digelar hari ini. Kali ini mendengarkan saksi-saksi dari pelapor, yakni Sudarmo Mahyudin.

Tersangka bernama Poniman mempraperadilankan Polda Metro Jaya karena menilai pencekalan dan penetapan tersangka terhadap dirinya dalam perkara pemalsuan akta otentik Yayasan Perguruan Wahidin adalah tidak sah.

Kuasa hukum pemohon, Afdhal Muhammad, mengaku keberatan atas ketidaknetralan hakim dalam melaksanakan persidangan.

"Saya melihat hakim tidak netral. Hakim melarang-larang untuk tampilkan saksi-saksi dan juga bukti-bukti," ujarnya saat ditemui di sela persidangan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (31/3).

Menurut dia seharusnya Hakim Tunggal, Asiadi Sembiring, bersifat objektif dalam memimpin persidangan.

"Hakim mempersoalkan saksi-saksi yang dihadirkan termohon, kata hakim seharusnya tidak perlu saksi hadir. Saksi-saksi ini sebenarnya dibutuhkan dalam sidang untuk ungkap fakta-fakta,” ujar Afdhal.

Sementara itu, kuasa hukum termohon praperadilan dari Binkum Polda Metro Jaya, Kompol Nova Irone Surentu, mengatakan, wajar terjadi perdebatan-perdebatan untuk ungkap sebuah kasus dalam persidangan.

"Itu wajar karena dalam hal ini KUHAP diatur saksi, didengarkan dalam KUHAP. Kami enggak salah untuk tetapkan tersangka, karena sudah mempunyai alat bukti. Tadi saksi kurang lebih 31 orang, bukti-bukti surat dan petunjuk ada semua termasuk saksi ahli," ujarnya

Sebelumnya, pencegahan ke luar negeri dan penetapan tersangka terhadap Poniman Asnim dianggap sudah sesuai dengan prosedur dan berdasar hukum. Hal ini seperti dikatakan Kompol Nova Irone Surentu, AKBP Gunawan, dan Briptu M. Ibnu, saat memberikan jawaban dalam permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (29/3).

"Semua sudah sesuai prosedur UU Polri, KUHAP, dan UU Imigrasi," bantah Nova.

Bahkan, kata Nova, pihaknya sudah mengantongi tiga alat bukti berdasarkan keterangan bukti dokumen, 31 orang saksi yang keterangannya saling berkaitan, dan keterangan tiga orang ahli yang terdiri atas ahli yayasan, ahli pidana, dan ahli kenotariatan.

Kasus ini berawal dari adanya konflik internal Yayasan Perguruan Wahidin pada 2008 silam. Konflik mencuat setelah Sudarmo diangkat sebagai kordinator Perguruan Wahidin. Sudarmo sendiri meninggal pada 24 Juli 2010.

Kemudian, Notaris Siti Masnuroh membuat Akta Nomor 77 tentang Pendirian Yayasan Perguruan Wahidin. Dalam akta itu, Sudarmo didesak menyerahkan perguruan ke tangan Poniman Asnim alias Ke Tong Pho, namun ditolak oleh Sudarmo.

Atas dasar itu, Sudarmo menduga ada pemalsuan akta oleh Siti Masnuroh yang kemudian mengaku disuruh oleh Poniman. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA