Menurut Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Teuku Nasrullah, Kejagung juga tidak boleh melakukan kriminalisasi.
"Kalau dalam menangani kasus itu ditemukan pelanggaran, ya diselidiki tetapi kalau tidak ada pelanggaran jangan justru melakukan kriminalisasi. Sebab hal itu akan menyebabkan pihak swasta tidak mau lagi menjalin kerjasama pengelolaan aset negara, karena takut dikriminalisasi,†tegas dia dalam keterangannya, Selasa (23/3).
Kejagung harus menuntaskan kasus kerjasama BOT secara fair. Dan kalau dalam penyelidikan ditemukan kesalahan harus diumumkan secara benar. "Namun jika tidak ditemukan, jangan mencari cari kesalahan dan kemudian menyebut ada pidana,†katanya.
Nasrullah menegaskan, hukum pidana tidak boleh dijadikan alat untuk memukul lawan (dalam hubungan ini pihak swasta yang menjalin kerjasama pengelolaan aset). Sebab, menurutnya, hukum pidana harus ditegakkan dalam kerangka mencari kebenaran materiil atau kebenaran yang hakiki.
Sebelumnya, pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta , Dr. Muzakkir mengatakan, banyak kasus perdata yang tidak terbukti ada pelanggaran pidana, tiba tiba dimasukkan dalam ranah pidana. Sebab prosedur untuk mengkajinya dilompati.
"Jadi dalam kasus Grand Indonesia, Kejagung harus mampu membuktikan apakah benar ada unsur pidana? Sebab prosedur untuk eksaminasi saja belum dilakukan,†ujarnya.
[sam]
BERITA TERKAIT: