Ongen Dimejahijaukan, Negara Harus Ubah UU!

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 18 Maret 2016, 22:57 WIB
Ongen Dimejahijaukan, Negara Harus Ubah UU<i>!</i>
yulian paonganan/net
rmol news logo Langkah penegak hukum yang ngotot untuk meneruskan kasus Yulian Paonganan alias Ongen ke Pengadilan akan berdampak panjang.

Menurut Aktivis dari Kesatuan Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad), Haris Pertama, banyak hal yang harus diubah oleh negara apabila memang kasus tersebut bergulir di pengadilan. Mulai dari UU Poronografi sampai definisi lonte di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

"Tidak hanya itu, negara juga harus membuat larangan foto anak kecil telanjang jangan dipajang di media sosial, karena itu melanggar UU Pornografi seperti tuduhan polisi terhadap Ongen,” ujar Haris saat dikontak, Jumat (18/3).

Ongen sebelumnya ditangkap oleh Bareskrim Mabes Polri karena dianggap melanggar UU Pornografi atas hastaknya di Twitter yaitu #PapaDoyanLonte dan menyebarkan foto alat kelamin anak kecil. Karena dilakukan di media sosial, Ongen juga di jerat UU ITE.

"Kata lonte dalam KBBI tidak melanggar UU Pornografi, tentu ini harus dirubah definisnya, jika nanti Ongen bersalah. Sebaiknya, hal-hal seperti ini perlu dihindari oleh pihak penegak hukum kita, jangan sampai karena intervensi kekuasaan, hukum pun diperkosa,” demikian Haris menegaskan.

Ahli Bahasa Profesor Hanafie Sulaiman juga pernah menegaskan, jika memang nanti Jaksa maupun Hakim memutuskan bersalah, maka konsekuensi lain harus menjadi pertimbangan. "Aturan-tauran yang sudah baku tentu harus diperhatikan. Karena jelas Lonte itu bukan pornografi, dan alat kelamin anak kecil itu juga bukan porno,” ujarnya.

Hanafie pun lagi-lagi berkata dirinya siap memberikan keterangan di Pengadilan dia siap bergabung dengan pengacara untuk bertarung melawan Jaksa untuk memberikan keyakinan kepada hakim agar bisa membebaskan Ongen. "Jaksa sepertinya masih mikir-mikir untuk melanjutkan kasus ini, karena mereka takut kalah di pengadilan nanti, karena alat bukti yang mereka miliki dari kepolisian jelas sangat lemah,” tandasnya.

Begitu pula Pengamat Hukum Tata Negara, Margarito Kamis. Dia pernah membeberkan bahwa  jika hakim dan jaksa tetap memaksakan ongen bersalah, maka semua yang terkait dengan hastak ongen harus diatur secara spesifik lagi. "Tentunya harus diatur lagi baik itu definis maupun UU pronografinya, karena saya lihat ini koq tidak ada unsur pidana untuk itu,” ujarnya.

Margarito menilai, yang terpenting adalah soal kasus hukumnya yang tidak diatur dalam UU. Dan Jaksa harusnya menyatakan perbuatan Ongen itu bukan perbuatan pidana. "Kosentrasi di kasus hukumnya saja dulu, soal merubah definis atau UU itu soal lain nanti,” tandasnya dalam suatu kesempatan. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA