Malik juga pasang badan membela mantan bosnya, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Abdul Muhaimin Iskandar. Dia heran Cak Imin, sapaan Muhaimin masih dibawa-bawa dalam kasus ini.
Kuasa hukum Jamaluddien Malik, Susilo Aribowo di dalam persidangan juga mengatakan demikian.
"Hanya karena catatan sepihak salah seorang saksi, JPU terus menyeret mantan Menakertrans dalam kasus ini. Kami menilai ini aneh dan sama sekali tidak beralasan. Sedangkan, klien kami secara tegas berulang kali menyatakan Abdul Muhaimin Iskandar tidak terlibat dalam kasus ini," ujarnya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (16/3).
Usai sidang, Jamaluddien Malik kembali menegaskan hal yang sama. Dia kaget nama mantan bosnya kembali diseret-seret. "Kok ada pernyaan di media kalau mantan Menakertrans Abdul Muhaimin Iskandar terlibat. Saya katakan dengan tegas kalau Menakertras pada waktu itu sama sekali tidak tahu dan tidak turut campur," katanya.
"Kalau urusan internal beliau sama sekali tidak pernah turut campur. Kalau pun ada pertemuan internal biasanya dilakukan para sekjen," sambungnya.
Menurut Jamaluddien, apa yang dilakukannya murni menjadi tanggung jawabnya seorang. "Itu resiko saya sebagai Dirjen. Pak Muhaimin tidak pernah perintah ataupun meminta-minta apapun dari bawahannya," cetusnya lagi.
Jamaluddien tegaskan bahwa hubungan anak buahnya dengan anggota DPR RI murni atas inisiatif dirinya dan anggota DPR RI yang bersangkutan.
"Saya sendiri yang memperkenalkan staff saya kepada Anggota DPR RI. Tidak ada orang lain. Kaya kalian tidak tahu saja bagaimana aktifnya Anggota DPR RI dan begitu pun kami," katanya.
Jamaluddien dinilai terbukti dalam dua dakwaan. Pertama berdasarkan asal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1), ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ia memerintahkan para pejabat pembuat komitmen (PPK) yang berada di bawah lingkup Ditjen P2KTrans, untuk memotong anggaran sebesar 2-5 persen dari beberapa mata anggaran masing-masing Direktorat dan Sekretariat dan mencairkan anggaran untuk kegiatan fiktif dengan cara mengancam para pejabat tersebut akan dicopot, dimutasi maupun dihambat karirnya. Sehingga sepanjang 2013-2014, para PPK menyetorkan uang hingga seluruhnya mencapai Rp6.734.078.000.
Selanjutnya pada dakwaan kedua berdasarkan pasal 12 huruf a UU nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Jamaluddien Malik sebagai Dirjen P2KTrans bersama-telah menerima hadiah bersama-sama dengan Achmad Said Hudri dan Anggota Komisi II DPR dari fraksi Partai Golkar DPR Charles Jones Mesang dengan nilai total Rp14,65 miliar dari 6 pengusaha dan 11 kepala dinas di berbagai wilayah nusantara.
Uang itu diduga ditujukan agar Jamaluddien mengusulkan atau memberikan Dana Tugas Pembantuan kepada Provinsi Sumsel, Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Tengah, Halmahera Timur, Banyuasin, Sumba Timur, Aceh Timur, Bellu, Rote Ndao, Mamuju, Takalar, Sigi, Tojo Una Una, Kayong Utara,Toraja Utara, Konawe dan Teluk Wondama.
Ditjen P2KTrans mendapat alokasi dana Tugas Pembanguan daerah sejumlah Rp150 miliar kemudian Jamaluddien mengumpulkan Kepala Daerah dan Kepala Dinas yang bakal menerima dana itu untuk membicarakan teknis penyerahan komitmen 9 persen. Para Kepala Dinas yang membidangi tramsmgrasi atau calon rekanan yang akan dimenangkan dalam pengadaan barang/jasa diminta menyetor dana yang seluruhnya berjumlah Rp14,650 miliar.
Setelah menerima uang komitmen dari 18 daerah tersebut, Jamaluddien kemudian memberikan dana itu pada Charles sejumlah Rp9,75 miliar sesuai komitmen awal. Dana diberikan melalui Achmad Said dalam bentuk dolar AS.
[sam]