"Menolak permohonan praperadilan dan membebankan biaya perkara pada pemohon," kata Hakim Pudji Tri Rahardi dalam sidang pembacaan putusan di PN Jakarta Selatan, Selasa (12/1).
Menurutnya, penolakan tersebut lantaran berdasarkan bukti-bukti yang diajukan penyidik kepolisian, telah ditemukan dua alat bukti yang cukup. "Karena itu, permohonan pemohon (Tjipta) harus ditolak, dan karena ditolak, maka atas laporan polisi yang telah menetapkan pemohon (Tjipta) sebagai tersangka dalam kasus dugaan penipuan dan pemberian keterangan palsu adalah sah," kata Pudji.
Kuasa hukum Mabes Polri, Kombes Pol Deddy Sudarwandi, mengatakan, karena praperadilan yang diajukan Tjipta ditolak, maka kasus penipuan dan pemberian keterangan palsu yang menjadikan Tjipta sebagai tersangka harus dilanjutkan. "Karena Mabes Polri menang maka kasus harus dilanjutkan," kata Deddy usai sidang.
Sementara itu, Alfonso Napitupulu selaku kuasa hukum korban Conti Chandra, mengatakan, penolakan hakim menjadi tanda kalau kerja kepolisian dalam menetapkan Tjipta sebagai tersangka sudah tepat. "Dan kami mendesak kepolisian untuk segera menahan Tjipta dan segera melimpahkan berkas kasus tersebut ke pengadilan," kata Alfonso.
Pihaknya, kata dia, mengapresiasi kerja kepolisian yang selama ini telah menetapkan Tjipta sebagai tersangka. Sebab, Tjipta saat membeli hotel tersebut memang sama sekali belum membayar. "Kalau memang sudah membayar, mana buktinya?" tanya Alfonso.
Dijelaskannya, bukti transfer 27 miliar rupiah, yang dikirim Tjipta, bukanlah pembayaran untuk pembelian Hotel BCC Batam, namun pinjaman Conti Chandra. "Kenapa terjadi pidana, karena tersangka Tjipta telah merekayasa slip setoran karena setelah dikobfirmasi, dalam slip setoran tersebut, tidak ada kata kata untuk pembelian hotel. Namun oleh tersangka (Tjipta) dalam slip setoran itu, telah ditambah kata-kata dalam kolomnya, untuk pembayaran hotel, maka jelaslah ada konspirasi dalam kasus ini," kata Alfonso.
Dalam gugatan praperadilan yang diajukan Tjipta, kuasa hukum Tjipta menggugat Kapolri dan Kabareskrim dengan gugatan fantastis 150 miliar rupiah. Tjipta menggugat kedua petinggi Polri tersebut, atas penetapan status tersangka terhadap dirinya, dalam penyidikan kasus dugaan penipuan tersebut.
Sidang praperadilan yang diajukan Tjipta sendiri tergolong unik, karena dalam kasus yang sama, terjadi dua kali pengajuan praperadilan. Pertama, praperadilan diajukan pihak korban, Conti Chandra, yang tidak terima kasus dihentikan penyidikannya oleh Bareskrim, dan sekarang Tjipta mengajukan praperadilan atas penetapan statusnya sebagai tersangka. Jadi baru kali ini, dalam kasus yang sama, terjadi dua kali praperadilan.
Dalam putusannya, Hakim tunggal Tursinah Aftianti telah memerintahkan termohon (Polri) untuk melanjutkan kembali penyidikan dan segera melimpahkan berkas perkara tindak pidana No: LP/587/VI/2014/Bareskrim, tertanggal 9 Juli 2014 ke Kejagung.
Dalam pertimbangan hakim, disebutkan, bahwa tersangka Tjipta sebagaimana dilaporkan, tidak membayar kewajibannya dalam pembelian saham hotel BCC tersebut. Namun secara fakta, Tjipta beserta keluarganya telah menguasai hotel senilai Rp 400 miliar tersebut.
[sam]