Tersangka Tjipta Fudjiarta menggugat Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan Kabareskrim Komjen Anang Iskandar atas penetapan status tersangkanya. Sedangkan sebelumnya, korban kasus penipuan tersebut, Conti Chandra, juga pernah mempraperadilankan Mabes karena menghentikan kasus tersebut.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sendiri menggelar sidang praperadilan yang diajukan Tjipta, Rabu siang (6/1). Agendanya, mendengarkan keterangan saksi ahli pidana dari Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Muhammad Arif Setiawan.
Dalam keterangannya, dia menjelaskan bahwa lembaga praperadilan diadakan untuk menghindari penetapan status tersangka yang berlarut-larut.
"Ketika seseorang jadi tersangka, dan berlarut-larut, setahun atau dua tahun terus menjadi tersangka, maka perlu ada proses untuk menghindari penetapan status tersangka yang berlarut-larut tersebut," kata Arif.
Dia katakan, untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka harus didasarkan pada dua alat bukti yang cukup. "Ketercukupan alat bukti itu minimal dua alat bukti yang sah," ujar Arif.
Dia juga menambahkan soal bagaimana cara memperoleh barang bukti yang benar. "Contohnya, ketika melakukan penyitaan, kalau penyitaannya dilakukan secara ilegal, maka nilai pembuktiannya tidak dapat dipakai, dan hakim harus berani menolak, karena itu penyidik harus hati-hati (mendapatkan barang bukti tersebut)," kata Arif.
Untuk mendapatkan barang bukti yang sah, lanjut dia, persyaratan formal dan administrasi harus terpenuhi. Saat ditanya Tim kuasa hukum Mabes Polri, apakah bila sudah terpenuhi dua alat bukti, apakah Mabes sudah dapat menetapkan seseorang sebagai tersangka, Arif bilang, asalkan cara mendapatkan alat buktinya sah, maka penetapan status tersangkanya akan sah.
[sam]
BERITA TERKAIT: