Masinton Paparkan Pelanggaran Hukum Perpanjangan Kontrak JICT

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Jumat, 30 Oktober 2015, 06:20 WIB
Masinton Paparkan Pelanggaran Hukum Perpanjangan Kontrak JICT
masinton pasaribu/net
rmol news logo . Kalangan DPR menduga ada pelanggaran undang-undang dalam perpanjangan kontrak Pelindo II untuk memperpanjang konsesi pengelolaan Terminal Peti Kemas Jakarta (Jakarta International Container Terminal/JICT) dengan perusahaan asal Hong Kong Hutchison Port Holding (HPH).

"Kalau pandangan hukum Jamdatun (Kejekasaan Agung) digunakan sebagai dasar hukum, itu melawan hukum dan penyelundupan hukum," kata Anggota Panitia Khusus (Pansus) Angket PT. Pelindo II DPR RI, Masinton Pasaribu di Jakarta, Jumat (30/10).

Jelas Masinton, hal itu juga ia ungkapkan usai Rapat Kerja Pansus Pelindo II dengan Kejaksaan Agung, yang dihadiri antara lain Jaksa Agung HM. Prasetyo dan Jamdatun Noor Rochmad.

Kehadiran pihak Kejaksaan untuk mengklarifikasi surat berisi pendapat hukum atau legal opinion (LO) atas permintaan Direktur Utama PT.Pelindo II, RJ.Lino. LO itu dijadikan salah satu dasar bagi Pelindo II untuk memperpanjang konsesi pengelolaan Terminal Peti Kemas Jakarta (Jakarta International Container Terminal/JICT) dengan HPH sebuah perusahaan asal Hongkong.

Masinton mengatakan LO itu tidak bersifat mengikat dan bukan dasar hukum sebuah kebijakan yang dikeluarkan PT. Pelindo II. Menurut dia, LO itu seolah-olah digunakan RJ Lino sebagai landasan hukum perpanjangan kontrak itu dan dilegitimasi untuk menjalankan kontrak tersebut.

"Pada bulan November 2014 dimintakan opini oleh Pelindo II ke Jamdatun lalu keluar LO. Itu digunakan sebagai landasan hukum padahal bukan namun harus mengacu UU NO. 17/2008 tentang Pelayaran," ujarnya.

Dia menegaskan bahwa LO tidak boleh lebih tinggi kewenangannya dari UU, dan UU menyaratkan bahwa dalam tata kelola pelabuhan apapun harus dibedalan antara regulator dan operator. Politikus PDIP itu menilai Pelindo II merupakan operator, dan dalam urusan perpanjangan kontrak harus izin regulator yaitu pemerintah.

"Disana letak pelanggarannya, Pelindo sebagai operator harus dapat izin regulator dalam perpanjangan kontrak," ujarnya.

Masinton menegaskan, Kejaksaan Agung telah menjelaskan bahwa LO tidak mengikat dan tidak bisa dijadikan dasar hukum. Jadi lanjut dia, apabila terbukti ada pelanggaran konstitusi dalam perpanjangan kontrak, maka hal itu bisa dibatalkan dan pengelolaan pelabuhan diambil alih pihak nasional. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA