"Ini Jaksa Agung dan Kapolri beda pendapat. Ini tontonan lucu, mereka sudah kaya main srimulat, pimpinan penegak hukum kok tidak nyambung," kata Alex saat berbincang dengan redaksi beberapa saat lalu, Rabu (28/10).
Menurut Alex, sandiwara yang tersirat jelas muatan politiknya itu semakin membuat masyarakat bingung. Bahkan sandiwara tersebut kata Alex membuat kredibilitas hukum negara Indonesia dimata internasional runtuh wibawanya.
"Jaksa Agung dan Kapolri jadi buat pemerintah mendekati amburadul. Presiden Jokowi itu baik tapi banyak tidak didukung sama jajaran di bawahnya," tukas Alex.
Seperti diketahui, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menerima Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) alias Sprindik mantan Walikota Surabaya Tri Rismaharini terkait kasus Pasar Turi. Sprindik berasal dari Kepolisian Daerah Jawa Timur.
"Iya, kami sudah menerima SPDP terhadap Risma, dari Polda Jatim pada 30 September lalu untuk kasus Pasar Turi," ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Romy Ariezyanto
Tetapi Kejati Jatim tidak merinci status Risma dalam kaitannya dengan pelanggaran hukum seperti apa. Kejati, lanjut Romy, tidak memeriksa Risma terkait dengan kasus tersebut. Risma hanya diperiksa Polda Jawa Timur. "Saya juga bingung waktu ditanya teman-teman terkait informasi pemeriksaan tersebut, dan memang tidak ada pemeriksaan," ucapnya.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti membantah adanya penetapan tersangka terhadap Risma terkait kasus Pasar Turi. "Enggak ada. Saya sudah telepon Kapolda Jawa Timur. Itu enggak ada. Enggak tahu informasi yang beredar itu dari mana sumbernya," tegas Badrodin saat dikonfirmasi wartawan.
Di sisi lain, Jaksa Agung HM. Prasetyo, bahwa dirinya menerima laporan sprindik kasus pasar Turi dengan tersangka Risma. Prasetyo justru menilai aneh jika polisi membantah jika Risma belum menjadi tersangka.
"Saya akan coba menanyakan dengan Kejati Jawa Timur. Tapi Kapolda Jatim menyatakan Risma bukan sebagai tersangka adalah hal yang aneh. Saya bahkan menerima SMS, ada nomer SPDP dari polisi ya. Seperti itu kira-kira, saya belum dapat penjelasan lengkapnya dari Kejati," kata Prasetyo.
Prasetyo mengkritik statemen Kapolri Jenderal Badrodin Haiti yang ingin polisi tak memproses hukum para calon kepala daerah jelang pilkada dimulai, karena dapat mengganggu pelaksanaan pilkada. Menurut dia, yang bikin pilkada terganggu justru sikap polisi yang tidak mengakui Risma jadi tersangka. "Ya makanya, kenapa harus seperti itu. Kalau misalnya itu enggak bener, berarti ada penyesatan. Ada upaya untuk menganggu pilkada," demikian Prasetyo.
Namun, kemarin Prasetyo, menegaskan bahwa Kejaksaan mengikuti langkah Polri dalam kasus Risma. Nasib perkara dugaan penyalahgunaan wewenang Risma sepenuhnya di tangan penyidik kepolisian. ‎"Mereka (Polri) melihat dalam penyidikannya pun ada kekeliruan, saya juga enggak begitu jelas dengarnya. Yang pasti mereka menyidik, ini perkara pidana umum dan sepenuhnya jadi domain Polri," ujar Prasetyo saat ditemui di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (27/10).
[rus]
BERITA TERKAIT: