Menurut dia, ucapan tersebut terlontar karena emosi pasca mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar ditangkap oleh KPK.
"Waktu itu saya emosi. Jadi kalau kita ikuti emosi saya setuju. Pas Akil begitu, bahkan saya memang bilang hukum mati saja. Tapi untuk membangun public policy, kita harus berpikir agak jauh," ujar Jimly saat tes wawancara terbuka di Sekretariat Negara, Jakarta Pusat, Selasa (25/8).
Pengakuan Jimly tersebut untuk menanggapi pertantaan anggota Pansel KPK Harkristuti Harkrisnowo soal pantaskah seorang koruptor dihukum mati. Jimly mengklarifikasi sebagai sebuah kebijakan, hukuman mati memang harus dikaji secara matang. Terlebih lagi, Pancasila mencantumkan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab.
"Maka kalau pertanyaannya untuk koruptor perlu hukum mati, saya rasa sebaiknya tidak," kilah Jimly.
Menurut Jimly, hal yang paling penting untuk menghukum koruptor saat ini adalah perampasan harta kekayaan atau memiskinkan koruptor.
"Pada dasarnya kini sudah mulai beralih perspektifnya dari orang ke harta dalam TPPU (tindak pidana pencucian uang) karena memang yang dirugikan adalah keuangan negara. Maka sanksinya pun harus dialihkan ke sana," demikian Jimly.
[dem]
BERITA TERKAIT: