Remisi dan Pembebasan Bersyarat Alat Memodifikasi Prilaku Narapidana

Segera Revisi PP No 99/2012

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Senin, 16 Februari 2015, 00:23 WIB
Remisi dan Pembebasan Bersyarat Alat Memodifikasi Prilaku Narapidana
Fadli Nasution/net
rmol news logo . Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) mendesak pemerintah dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly agar merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No 99/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Ketua PMHI Fadli Nasution mengatakan, permasalahan utama dalam pelaksanaan PP No 99/2012, khususnya Pasal 34B ayat (2) dan (3), serta Pasal 43B ayat (3), (4) dan (5) adalah diikutsertakannya lembaga terkait seperti KPK, Kejagung, BNN dan Polri yang dalam hal ini sudah selesai tugas dan wewenangnya sampai tahap penuntutan di persidangan pengadilan.

Instansi tersebut justru ikut menentukan apakah seorang terpidana berhak mendapatkan remisi dan/atau pembebasan bersyarat terkait dengan harus melengkapi persyaratan surat kesedian bekerjasama dengan penegak hukum (justice collaborator) serta prosedur permohonan rekomendasi dari instansi tersebut.

Padahal, kata Fadli, sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf i dan k UU No 12/1995 tentang Pemasyarakatan, bahwa setiap warga binaan berhak mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat selama memenuhi ketentuan dan persyaratan yang berlaku, lanjut Fadli.

Menurutnya, ketentuan dalam PP No 99/2012 telah menambah "hukuman" bagi seseorang narapidana sebagai pihak yang bersedia bekerja sama dengan instansi penegak hukum (justice collaborator). Karena pertimbangan seseorang sebagai justice collaborator atau tidak, sudah tercermin dalam pertimbangan hukuman yang dijatuhkan kepada terpidana dalam amar putusan pengadilan. Sehingga dalam penjatuhan pidana sudah mencerminkan segala hal termasuk sikap kooperatif dari terpidana sehingga tidak selayaknya seorang narapidana dihukum dua kali.

Ditambahkan Fadli, pemberian remisi dan pembebasan bersyarat merupakan sebuah instrumen yang penting dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan yaitu dalam rangka untuk memberikan stimulus bagi narapidana untuk selalu berkelakuan baik. Karena jika mereka tidak mempunyai prilaku yang baik, maka tidak akan diberikan remisi dan pembebasan bersyarat.

"Dengan demikian, remisi dan pembebasan bersyarat merupakan alat untuk memodifikasi prilaku narapidana," ujar dia dalam keterangannya kepada redaksi, Senin (16/2).

Jelas Fadli, kebijakan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat adalah bagian dari sistem peradilan pidana yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Remisi dan pembebasan bersyarat hanya dapat dicabut apabila ada UU yang mengamanatkan adanya pencabutan remisi dan pembebasan bersyarat tersebut.

Oleh karena itu, lanjut Fadli, PMHI mendesak Menkumham segera merevisi PP No 99/2012, sesuai dengan hasil Rapat Kerja Komisi III DPR RI dan Menkumham pada hari Rabu, tanggal 21 Januari 2015, yang merekomendasikan kepada Menkumham  untuk menyelesaikan permasalahan over kapasitas di berbagai Rutan di Indonesia.

"Dengan adanya rekomendasi dari DPR RI ini, menjadi dasar hukum yang kuat bagi Menkumham untuk segera merevisi PP No 99/2012. Tidak ada alasan bagi Menkumham untuk menundanya," demikian Fadli. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA