Seruan itu dilontarkan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Haris Azhar, kepada
RMOL, beberapa saat lalu (Rabu, 29/10).
Hal itu ia katakan menanggapi penangkapan oleh Badan Reserse Kriminal Mabes Polri terhadap Muhammad Arsyad (MA) alias Imen (24), warga Ciracas, Jakarta Timur, yang dituduh menghina Presiden Joko Widodo melalui facebook saat masa kampanye pilpres lalu.
"Polri harus hati-hati. Jangan jadi kepanjangan tangan pemerintahan yang represif," tegasnya.
Di matanya, penangkapan terhadap pedagang sate lulusan SMP itu menunjukkan sikap ganda Jokowi kepada hak asasi manusia.
"Kalau saya tidak salah yang dipublikasikan di facebook-nya itu kan
meme atau gambar plesetan, semua orang bisa jadi pelaku dan korban. Saya juga pernah jadi korban gambar porno. Anggap saja itu
joke (canda). Di masa Pilpres lalu, pelaku gambar plesetan itu banyak sekali," ujar Haris.
Latar belakang Imen yang hidup di keluarga tidak mampu juga ilmu pengetahuan yang terbatas, menurut Haris, bisa jadi faktor yang meringankan kasusnya. Namun, dengan terjadinya penangkapan dan penahanan ini, dia meragukan komitmen Jokowi terhadap hak asasi manusia.
"Ini tanda-tanda nggak bagus di awal pemerintahan Jokowi. Kita mesti ingat, dulu zaman Mega (Ketua Umum PDIP), banyak juga pemenjaraan terhadap jurnalis. Jangan salah ya, ini (Jokowi) bisa jadi lebih represif," ungkapnya.
Dia malah melihat ada lebih banyak ruang kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat di 10 tahun Presiden SBY menjabat. Selama itu, dalam catatannya, tidak ada warga negara yang dipenjara hanya karena menghina presiden lewat media sosial.
[ald]
BERITA TERKAIT: