KPK Didesak Usut Dugaan Suap Berkedok Eksekusi Lahan di Karawang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Senin, 21 Juli 2014, 01:14 WIB
KPK Didesak Usut Dugaan Suap Berkedok Eksekusi Lahan di Karawang
ilustrasi/net
rmol news logo . Konflik agraria di Karawang Jawa Barat disebabkan oleh abainya penyelenggara negara dalam menjamin hak-hak atas tanah warga khususnya kaum tani serta adanya tindak pidana korupsi berupa suap terhadap aparat kepolisian dalam hal ini Kapolres Karawang, Daddi Hartadi yang mengerahkan sekitar 7 ribu aparat kepolisian bersenjata lengkap untuk melakukan perampasan tanah warga 3 desa di Telukjambe Barat, Karawang.

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin dalam keterangan tertulisnya kepada redaksi, Senin (21/7).

Akhir pekan kemarin, KPK telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Rumah Dinas Bupati Karawang dan salah satu pusat perbelanjaan di Karawang. Hasil OTT tersebut adalah penangkapan terhadap Ade Swara (Bupati Karawang), Nur Latifah (Istri Bupati Karawang), Aking Saputra (Perwakilan PT Agung Podomoro Land di Karawang), Rajen Diren (Perwakilan PT Agung Podomoro Land di Karawang) serta empat orang lagi yang belum diketahui identitasnya.

Kuat dugaan penangkapan kedelapan orang tersebut adalah terkait dengan korupsi izin tata ruang di Karawang yaitu penyuapan oleh perusahaan swasta dalam hal ini adalah PT Agung Podomoro Land kepada Bupati Karawang. Penyidik KPK telah menyita sejumlah barang bukti, yakni salah satunya uang dalam mata uang Dolar AS yang nilainya mencapai miliaran rupiah, serta beberapa berkas dokumen.

Seperti yang diketahui PT Sumber Air Mas Pratama (SAMP) yang sahamnya sudah diakuisi oleh PT Agung Podo Moro Land telah merampas tanah seluas 350 Ha milik warga tiga Desa di Margamulya, Wanakerta dan Wanasari, Karawang. Berkedok eksekusi lahan berdasarkan putusan kepala PN Karawang, Marsudin Nainggolan pada 24 Juni 2014 dengan dibantu sekitar 7.000 aparat Kepolisian dan preman menggusur warga dengan kekerasan, represif dan intimidatif.

Fakta pada saat proses eksekusi yang cacat adalah tim juru sita tidak bisa menunjukan batas-batas areal yang akan dieksekusi. Proses Eksekusi ini sangat cacat karena objek yang dieksekusi tidak jelas dan tidak sesuai dengan amar putusan, masih ada putusan yang tumpang tindih dan masih berjalan perkara di Pengadilan. Dalam hal penunjukan batas, orang yang ditunjuk bukan orang yang berkompeten yaitu bukan pemohon eksekusi atau orang yang dikuasakan untuk menunjuk batas-batas. Tindakan eksekusi yang cacat prosedur juga dilindungi oleh aparat kepolisian dengan tindakan kekerasan terhadap warga yang mempertanyakan mengenai eksekusi yang cacat prosedur.

"Kuat dugaan eksekusi lahan yang cacat prosedur dan dipaksakan tersebut terindikasi suap oleh PT SAMP/PT Agung Podomoro Land kepada Kapolres Karawang Ajun Komisaris Besar Daddi Hartadi dan Kapolda Jabar Irjen Pol Mochamad Iriawan serta Kepala Pengadilan Negeri Karawang Marsudin Nainggolan," ujar Iwan Nurdin.

Indikasi korupsi juga pantas dikenakan kepada kepala Pengadilan Negeri Karawang. Ketua PN Karawang sebelum-sebelumnya menyatakan putusan PK Nomor 160 PK/PDT/2011 yang memenangkan PT. SAMP tidak bisa ditindak lanjuti dengan eksekusi. Ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain, adanya tumpang tindih putusan di atas tanah berperkara tersebut, tidak memiliki batas tanah serta terdapat tanah yang bersertipikat di atas tanah yang diklaim PT. SAMP.

"Namun saat PN Karawang dipimpin oleh Marsudin Nainggolan, dua pekan dia menjabat sudah mengeluarkan surat anmaning/teguran terhadap pihak yang kalah. Atau lebih tegasnya peringatan kepada pihak yang kalah bahwa akan segera dilaksanakan eksekusi dan para petani yang dikalahkan dalam peradilan hitam agar secara suka rela segera meninggalkan tanah kelahirannya dengan uang kerohiman sebesar Rp. 4000/meter. Marsudin Nainggolan berdalih bahwa dia hanya bertugas menjalankan putusan bukan pada kapasitas mengkaji putusan," bebernya.

Untuk itu, KPA mendesak agar KPK mau dan mampu mengusut tuntas dugaan korupsi yaitu suap oleh PT SAMP/PT Agung Podomoro Land dan penyalahgunaan wewenang kepala PN Karawang sehingga secara sewenang-wenang mengeluarkan surat putusan eksekusi. Eksekusi yang dipaksakan telah merampas hak hidup petani di Karawang dengan memutus akses warga terhadap lahan pertanian dan hingga kini pengrusakan pohon dan tanaman warga serta rumah terus-menerus dilakukan oleh perusahaan yang dibantu polisi dan preman. Atas dasar tersebut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan sikap;

Pertama, mendesak KPK untuk mengusut tuntas dugaan suap oleh PT SAMP/ PT Agung Podomoro Land kepada para penyelenggara negara seperti Kapolda Jabar, Kapolres Karawang dan Kepala Pengadilan Negeri Karawang yang telah mengakibatkan tergusurnya warga 3 desa dari tanah miliknya sendiri

Kedua, mendesak ditariknya aparat kepolisian dari areal konflik agraria di Desa Margamulya, Wanakerta dan Wanasari agar warga dapat kembali melangsungkan aktifitas sosial, ekonomi, politik dan spiritual sebagaimana biasa.

Ketiga, mendesak pencopotan Kapolres Karawang, Kapolda Jabar dan Ketua Pengadilan Negeri Karawang karena bertindak sewenang-wenang dalam konflik agraria, mengingkari rasa keadilan rakyat dan mengkhianati nilai-nilai kemanusiaan.

Keempat, mendesak BPN untuk dapat menyelesaikan konflik agraria secara cepat dan menyeluruh serta tidak memberikan konsesi kepada korporasi perampas tanah di Karawang dan seluruh wilayah Indonesia.

Kelima, mendesak penyelesaian konflik-konflik agraria yang terjadi di negeri ini secara tuntas dan menyeluruh dalam kerangka pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA