Hal itu diungkapkan Direktur Pusat Kajian Keuangan dan Daerah Universitas Patria Artha Makassar, Siswo Sujanto. Karena tak bermanfaat, maka pemerintah tak bisa lagi menambah anggaran. Terutama, agar proyek tersebut bisa dilanjutkan sesuai harapan.
"Anggaran untuk dapat manfaat. Tidak bisa tambah uang untuk pertahankan barang yang tidak tahu berapa biaya memperbaikinya," kata Siswo saat menjadi saksi ahli dalam sidang lanjutan terdakwa Teuku Bagus Mokhamad Noor di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (3/6).
Kata dia, ada sejumlah kejanggalan yang membuat proyek bernilai Rp 2,5 trilun itu menjadi tidak bermanfaat. Salah satunya pengerjaan proyek tidak sesuai dengan kontrak.
"Maka, pada saat pembayaran dilakukan verifikasi, serah terima itu harus fit and proper. Jika barang tidak sesuai, maka tidak pernah akan dibayar," urai dia.
Untuk menghitung kerugian keuangan negara, kata Siswo, dapat dilihat melalui alokasi jumlah dana, serta manfaat yang akan dihasilkan. Hal tersebut, kata Siwso, agar pengalokasian anggaran tak terbuang percuma.
"Jika manfaat tidak sebanding dengan uang, maka terjadi kerugian total. Seperti contoh beli lift di RS, ada lift pasien 4x3. Tapi karena pemenang lelang tidak punya ukuran itu, maka dibuat dua (lift). Ini kerugiannya adalah total, karena meski uang dan kontrak benar, tetapi antara alokasi dan manfaat tidak sama," demikian Siswo.
[ald]
BERITA TERKAIT: