Martin Hutabarat: Masalah Perppu MK Adalah Soal Kegentingan yang Memaksa

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Jumat, 18 Oktober 2013, 19:58 WIB
Martin Hutabarat: Masalah Perppu MK Adalah Soal Kegentingan yang Memaksa
martin hutabarat/net
rmol news logo Isi dari Peraturan Pemerintah Pengganti UU Tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK) dianggap sudah cukup baik. Perppu itu adalah satu langkah maju untuk membuat lembaga MK dan putusan-putusan yang dibuatnya dihormati dan dihargai rakyat.

"Perpu ini kalau didalami benar-benar isinya, akan membuat seorang Hakim Konstitusi yang diusulkan oleh MA, DPR dan Presiden lebih teruji integritasnya, rekam jejak, pengetahuan dan kemampuannya," kata anggota Komisi III DPR, Martin  Hutabarat, beberapa saat lalu (Jumat malam, 18/10).

Martin mengatakan, Perppu itu membuat Hakim MK sama terujinya dengan seorang Hakim Mahkamah Agung (MA). Kalau sebelumnya, menjadi Hakim MK lebih mudah karena hanya ditentukan oleh MA, DPR dan Presiden di internal masing-masing, tanpa proses seleksi yang transparan. Padahal putusan MK itu sangat sangat strategis dan tinggi nilainya. Namun, Perppu sekarang  membuat proses seleksi itu lebih terbuka dengan ukuran-ukuran yang lebih jelas, dan mempersulit seorang Hakim MK dari partai politik dengan dibentuknya Panel Ahli.

Dia tegaskan, pendapat yang mengatakan bahwa Perppu ini bakal mudah ditolak oleh MK karena bertentangan dengan Konstitusi adalah pendapat yang keliru. Martin tak melihat ada isi dari Perppu yang bertabrakan dengan pasal-pasal di UUD 1945. Namun yang jadi soal adalah mengapa Presiden begitu lamban menerbitkan Perppu sehingga nuansa kegentingan yang memaksa itu tidak lagi terasa.

"Hanya saja mengenai lamanya Perpu ini baru diumumkan yang jadi soal, sehingga mengurangi arti kegentingan yang memaksa," tambahnya.

Dia berpendapat, persoalan itu akan menimbulkan perdebatan di DPR sesudah reses minggu ketiga November. Ini terutama belum adanya UU yang mengatur Perppu. DPR akan mengkaji hak subjektif presiden terkait "hal ihwal yang memaksa". [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA