Kekhawatiran itu muncul setelah jatuhnya pemerintahan Perdana Menteri K. P. Sharma Oli dan gelombang demonstrasi besar-besaran di berbagai kota.
Kelompok sipil yang tergabung dalam Brihat Nagarik Andolan (BNA) menyebut keterlibatan Angkatan Darat Nepal dalam urusan politik semakin mengkhawatirkan sejak lembaga tersebut mengambil alih kendali penuh atas keamanan nasional pasca-krisis politik.
“Di atas mayat para martir dari gerakan Gen-Z, sebuah konspirasi reaksioner yang berat sedang dibangun, di bawah mediasi militer untuk mengembalikan monarki dan untuk menghapus sekularisme, federalisme, serta sistem inklusif proporsional,” kata BNA dalam pernyataannya, dikutip dari The Federal, Jumat, 12 September 2025.
BNA menegaskan bahwa aksi-aksi protes yang selama ini terjadi tidak pernah bertujuan membatalkan status republik atau sekularisme yang dianut Nepal.
Mereka juga mengecam apa yang disebut sebagai aktivisme militer yang tidak konstitusional.
Kekhawatiran mencuat setelah Presiden Ram Chandra Paudel menerima pengunduran diri PM Oli dan menyatakan kabinet lama akan menjalankan tugas sementara hingga pemerintahan baru terbentuk.
Menurut data Kementerian Kesehatan Nepal, aksi-aksi protes yang menuntut pertanggungjawaban pemerintahan Oli atas dugaan korupsi dan pemblokiran media sosial telah menewaskan sedikitnya 34 orang.
Situasi ini memicu ketegangan politik baru, dengan meningkatnya kekhawatiran bahwa militer akan memanfaatkan kekosongan kekuasaan untuk memperluas peran politiknya, bertentangan dengan konstitusi Nepal yang menegaskan bentuk negara republik dan prinsip sekularisme.
BERITA TERKAIT: