Dalam pernyataan yang dipublikasikan melalui saluran Telegram resminya, Wagner menyebut bahwa mereka telah menyelesaikan misi utama mereka di Mali, yang melibatkan kerja sama erat dengan militer negara itu dalam memerangi kelompok militan Islam.
“Kami telah memerangi terorisme berdampingan dengan rakyat Mali,” tulis kelompok tersebut, seperti dikutip dari
BBC pada Minggu, 8 Juni 2025.
Mereka mengklaim telah menewaskan ribuan militan dan komandan mereka, yang meneror warga sipil selama bertahun-tahun.
Keputusan penarikan ini datang bersamaan dengan laporan penarikan pasukan Mali dari pangkalan militer utama di pusat negara tersebut setelah dua serangan besar dalam waktu kurang dari seminggu.
Serangan tersebut diklaim oleh kelompok militan Jama'a Nusrat ul-Islam wa al-Muslimin (JNIM), yang berafiliasi dengan al-Qaeda.
Menurut laporan Reuters, lebih dari 30 tentara Mali tewas dalam serangan di kota Boulikessi, sementara lima lainnya dilaporkan terbunuh dalam serangan terpisah di desa Mahou, wilayah Sikasso.
Penarikan Wagner dari Boulikessi digambarkan sebagai langkah strategis oleh sumber militer, yang mengatakan itu dilakukan atas permintaan hierarki.
Mali telah dilanda pemberontakan militan Islam selama lebih dari satu dekade. Ketidakpuasan terhadap penanganan pemerintah terhadap ketidakamanan ini mendorong kudeta militer beberapa tahun lalu.
Sejak saat itu, pemerintahan militer mulai menjalin kerja sama erat dengan Wagner, terutama setelah pasukan Prancis menarik diri pada tahun 2022.
Namun, meningkatnya intensitas serangan dalam beberapa minggu terakhir memunculkan pertanyaan mengenai efektivitas kehadiran Wagner di Mali.
Meski Wagner mundur, pengaruh Rusia di kawasan tidak akan hilang. Pejuang dari Africa Corps, kelompok tentara bayaran Rusia yang dimaksudkan untuk menggantikan peran Wagner di Afrika, akan tetap berada di Mali.
BERITA TERKAIT: