Ancaman tersebut dilaporkan oleh
The Wall Street Journal pada Minggu, 20 April 2025, menyusul keputusan pemerintah untuk membekukan dana federal senilai 2,3 miliar dolar AS kepada universitas bergengsi tersebut.
Ancaman terbaru merupakan bagian dari serangkaian tindakan keras Trump terhadap universitas-universitas Ivy League seperti Harvard dan Columbia, yang dituding pemerintah gagal mengatasi antisemitisme di kampus serta terlalu permisif terhadap demonstrasi pro-Palestina.
“Antisemitisme mencapai rekor tertinggi. Kami terus mengawasinya,” ujar perwakilan pemerintah, mengacu pada alasan di balik kebijakan pembekuan dana.
Pemerintah sebelumnya mengirim surat kepada Harvard pada 11 April, yang berisi daftar tuntutan agar universitas tetap mendapatkan dana federal.
Tuntutan tersebut mencakup larangan penggunaan masker dalam aksi unjuk rasa, penghapusan program keberagaman dan inklusi, serta kerja sama lebih erat dengan penegak hukum.
Namun, sikap Harvard justru memantik ketegangan baru. Alih-alih membuka jalur negosiasi, universitas tersebut merilis surat tuntutan ke publik dan menolak permintaan pemerintah.
“Kami menolak menyerahkan kendali universitas kepada pemerintah,” demikian pernyataan dari pihak Harvard pekan lalu.
Sebagai balasan, pemerintahan Trump mengumumkan pembekuan dana dan mengancam mencabut status bebas pajak Harvard. Kini, rencana pemotongan dana tambahan sebesar 1 miliar dolar AS tengah dipertimbangkan.
Menurut
The Wall Street Journal, pejabat pemerintah semula berniat menangani Harvard lebih lunak dibanding Columbia.
Namun, keputusan Harvard untuk mempublikasikan surat tuntutan dianggap sebagai bentuk pembangkangan.
Sejak kembali menjabat pada Januari lalu, Presiden Trump gencar mengkritik universitas-universitas besar AS. Ia menuduh mereka membiarkan protes pro-Palestina berlangsung tanpa kontrol dan gagal membedakan antara kritik terhadap kebijakan Israel dan antisemitisme.
Namun, para demonstran, termasuk beberapa kelompok Yahudi, membantah tudingan tersebut dan menyatakan bahwa kritik mereka terhadap serangan Israel di Gaza disalahartikan.
BERITA TERKAIT: