Badan Keagamaan Tertinggi Dagestan mengatakan, larangan itu bersifat sementara untuk alasan keamanan.
"Cadar ini, yang menutupi seluruh wajah wanita kecuali mata, untuk sementara dilarang sampai ancaman yang ada mereda," ungkap laporan tersebut, seperti dimuat
AFP pada Kamis (4/7).
Bulan lalu, orang-orang bersenjata secara bersamaan menyerang dua gereja, dua sinagoga dan sebuah pos pemeriksaan polisi di dua kota di Dagestan, menewaskan 22 orang.
Serangan tersebut terjadi hanya tiga bulan setelah para pejuang Negara Islam (ISIS) menewaskan lebih dari 140 orang dalam serangan di gedung konser Moskow, serangan teror paling mematikan di Rusia selama hampir dua dekade.
Hanya sedikit rincian yang terungkap mengenai identitas dan motivasi para penyerang di Dagestan.
Insiden-insiden tersebut mirip dengan kekerasan pemberontak yang melanda Kaukasus Utara pada tahun 1990-an dan 2000-an, namun Kremlin menepis kekhawatiran akan gelombang baru kerusuhan yang disertai kekerasan.
Pada tahun 1990-an, Moskow berperang dua kali untuk menguasai wilayah tetangga Chechnya, dan Presiden Vladimir Putin menggembar-gemborkan keberhasilannya dalam menumpas pemberontakan di awal masa kepresidenannya.
BERITA TERKAIT: