Sekutu Utama Israel, Amerika Serikat mengaku ikut berduka untuk Rafah, tetapi kembali membela rekannya dengan mengatakan apa yang dilakukan IDF masih belum melampaui batas.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby mengatakan bahwa pihaknya terus memantau pergerakan Israel di Rafah, tetapi belum melihat adanya operasi militer besar-besaran yang ditakutkan.
"Kami tidak ingin melihat operasi darat besar-besaran di Rafah, kami belum melihatnya saat ini,” ujarnya, seperti dimuat
AFP.
Pernyataan yang sama juga diucapkan oleh juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller.
"Pada titik ini, kami belum melihat operasi militer sebesar operasi sebelumnya,” tutur Miller dalam sebuah pernyataan.
Wakil juru bicara Pentagon Sabrina Singh mengatakan bahwa AS memandang aktivitas IDF di Rafah masih dalam batas wajar dan menekankan pihaknya akan terus mengirimkan bantuan ke Israel.
"Bantuan keamanan Amerika (ke Israel) akan terus mengalir," tegasnya.
Pada Minggu malam (26/5), IDF melakukan serangan udara ke kamp pengungsian Tel Sultan di Rafah barat. Serangan itu memicu kebakaran di daerah di mana ratusan tenda pengungsi berjejer.
Menurut otoritas kesehatan Hamas, 45 orang tewas dalam serangan Israel, sebagian besar perempuan muda dan anak-anak yang dibakar hidup-hidup.
IDF menuduh kebakaran itu sebenarnya terjadi karena rudal berhasil mengenai gudang senjata Hamas yang tersembunyi.
Wakil Presiden AS Kamala Harris dalam sebuah pernyataan menyebut serangan itu lebih dari tragis.
“Kata tragis bahkan tidak bisa menggambarkannya," ujarnya.
Kirby sendiri seperti menutup mata dengan apa yang terjadi di Rafah. Dia malah menyoroti bagaimana kesulitan Israel membela diri, tetapi dihadapkan pada medan padat penduduk.
"Ini benar-benar mencerminkan tantangan operasi militer di daerah padat penduduk," ujarnya sambil membela keputusan AS untuk terus memasok persenjataan kepada Israel di tengah pertempuran di Jalur Gaza.
BERITA TERKAIT: