Hal itu disampaikan oleh Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri RI, Bagus Hendraning Kobarsyih di acara Talkshow Millenial Peacemaker Forum di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan pada Rabu (15/11).
Menurut Bagus, perkembangan konflik yang terjadi di Jalur Gaza selama sebulan terakhir tidak hanya membuat isu Palestina kembali naik ke permukaan, tetapi juga berhasil mengubah dinamika kawasan di Timur Tengah.
"Isu di Gaza baru-baru ini menjadi
game changer. Tidak hanya membuat isu Palestina kembali dibicarakan, tetapi isu ini juga menyatukan kembali dunia Timur Tengah," jelasnya.
Dia merujuk pada perkembangan normalisasi hubungan antara Arab Saudi dengan Iran dan Arab Saudi dengan Qatar.
Menurut Bagus, negara-negara Timur Tengah saat ini tengah berpikir ulang tentang normalisasi hubungan mereka dengan Israel. Melihat krisis kemanusiaan di Gaza semakin buruk akibat ulah Tel Aviv.
"Isu ini ada hikmahnya, menyatukan kembali dunia Timur Tengah yang selama ini agak terfragmentasi. Jadi sekarang orang sudah berpikir ulang, apakah penting normalisasi dengan Israel dengan kondisi seperti ini," kata Bagus.
Dia berharap bahwa keraguan negara-negara Arab dapat mendorong Israel untuk berhenti melakukan tindakan di luar batas dan membiarkan Palestina mendapatkan haknya untuk berdaulat.
"Dengan cara ini mungkin kita bisa mempengaruhi Israel untuk lebih akomodatif terhadap cita-cita kemerdekaan Palestina," ujar Bagus.
Lebih jauh lagi, Bagus menilai bahwa efeknya tidak berhenti di kawasan Timur Tengah. Dia menyebut bahwa negara-negara Barat sekutu Israel justru dengan sendirinya tersugesti untuk mengirim bantuan ke Palestina.
"Desakan kemanusiaan mendorong negara-negara Barat dengan sendirinya mengirim bantuan ke Palestina," kata Bagus.
Selain itu, dia juga menyoroti negara besar lain seperti Rusia dan China yang saat ini sudah mengambil sikap. Bahkan, menurut Bagus, Rusia bisa saja melakukan intervensi militer karena memiliki dua pangkalan di Suriah.
"Rusia itu punya dua pangkalan, yang satu di Latakiya dan Tartus Suriah. Kalau konflik ini berlanjut, bisa jadi Rusia mengambil sikap seperti sebelumnya, ketika mereka membombardir ISIS di Suriah," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: