Begitu yang disampaikan pengamat hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah kepada
Kantor Berita Politik RMOL pada Kamis (15/6).
Menurut Rezasyah, pengakuan terbaru yang disampaikan Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte pada Rabu (14/6) merupakan capaian besar bagi Indonesia. Karena sebelumnya Belanda hanya mengakui kemerdekaan RI saat Ratu Belanda menyerahkan kedaulatan berdasarkan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember tahun 1949.
"Perkembangan ini adalah kemenangan moril bagi bangsa Indonesia," ujar Rezasyah.
Selain itu, Rezasyah mengatakan momen pengakuan tersebut telah memberikan kesempatan bagi Indonesia untuk menuntut Belanda atas kejahatan perang yang dilakukan setelah kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.
"Terbuka peluang bagi RI memperkarakan kejahatan perang yang dilakukan Belanda, yang terjadi antara tahun 1945 dan 1949," ungkapnya.
Pengamat HI itu menjelaskan kasus yang akan dibawa Indonesia ke Pengadilan Internasional mencakup Agresi Militer I, Agresi Militer II, keterlibatan Belanda dalam rombongan tentara sekutu dalam rangka melucuti tentara Jepang.
"Termasuk juga, serangan yang dilakukan Westerling di Bandung, dan pembunuhan massal Westerling di Sulawesi Selatan," tambahnya.
Kendati demikian, Rezasyah menilai bahwa Indonesia tidak akan begitu keras dalam menuntut keadilan setelah pengakuan dikeluarkan Belanda.
"Diperkirakan Indonesia akan bersikap rendah hati, dan menjadikan pengakuan PM ini sebagai pembelajaran bagi dunia, untuk tidak lagi melakukan penjajahan di muka bumi," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: