Baerbock menyampaikan hal itu saat sesi debat mendukung pengiriman tank ke Kyiv, di mana sebelumnya para pejabat AS dan UE berusaha keras mengklaim bahwa mereka bukan pihak dalam konflik di Ukraina.
“Saya sudah katakan di hari-hari terakhir – ya, kita harus berbuat lebih banyak untuk mempertahankan Ukraina. Ya, kami juga harus berbuat lebih banyak pada tank,†kata Baerbock dalam debat di Majelis Parlemen Dewan Eropa (PACE) pada Selasa, seperti dikutip dari
AFP, Kamis (26/1).
“Tetapi bagian yang paling penting dan krusial adalah kita melakukannya bersama dan kita tidak saling menyalahkan di Eropa, karena kita berperang melawan Rusia dan bukan melawan satu sama lain," ujarnya.
Kanselir Olaf Scholz bersikeras bahwa Jerman harus mendukung Ukraina tetapi menghindari konfrontasi langsung dengan Rusia.
Media Jerman menulis, Partai Hijau telah mendukung pengiriman tank Leopard 2 ke Kyiv, dan akhirnya berhasil menekan Scholz untuk menyetujuinya. Menteri Pertahanan Christine Lambrecht yang enggan mengirim tank ke Ukraina terpaksa mundur.
Ini bukan pertama kalinya Baerbock membuat gelombang dengan posisinya dalam konflik. Agustus lalu dia mengatakan pada pertemuan UE di Praha, bahwa dirinya bermaksud untuk memenuhi janjinya ke Ukraina, tidak peduli apa yang dipikirkan pemilihnya.
Mengutip kata-kata Baerbock pada Rabu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan Barat terus mengakui bahwa mereka telah merencanakan konflik saat ini selama bertahun-tahun.
“Jika kita menambahkan ini pada pengakuan Merkel bahwa mereka memperkuat Ukraina dan tidak mengandalkan perjanjian Minsk, maka kita berbicara tentang perang melawan Rusia yang telah direncanakan sebelumnya. Jangan katakan nanti bahwa kami tidak memperingatkan Anda,†desak Zakharova.
Mantan kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan kepada media Jerman pada awal Desember bahwa gencatan senjata tahun 2014 yang ditengahi oleh Berlin dan Paris sebenarnya merupakan taktik untuk memberi Ukraina waktu yang berharga untuk pembangunan militer.
Mantan presiden Prancis Francois Hollande telah mengkonfirmasi hal ini, sementara pemimpin Ukraina saat itu, Pyotr Poroshenko, juga mengakuinya secara terbuka.
BERITA TERKAIT: