Ressa, yang pernah dianugerahi penghargaan Nobel Perdamaian ini sangat vokal dan kritis terhadap pemerintahan mantan Presiden Rodrigo Duterte.
Ia sebelumnya mengaku tidak bersalah atas tuduhan pada 2020 lalu yang menimpa dirinya dan situs beritanya.
Atas pembebasan itu, Ressa menggambarkan bahwa putusan tersebut merupakan kemenangan untuk keadilan dan kebenaran yang telah ia cari selama bertahun-tahun.
“Pembebasan ini bukan hanya untuk Rappler, ini untuk setiap orang Filipina yang pernah dituduh secara tidak adil,†kata Ressa setelah putusan itu dikeluarkan.
Dimuat
NBC News, menurut Ressa, tuduhan yang diberikan kepada dirinya itu bermotivasi politik dan penyalahgunaan kekuasaan pemerintah yang "kurang ajar".
Securities and Exchange Comission, sebelumnya menuduh Rappler telah melakukan pelanggaran setelah menerima dana dari investor asing, termasuk Omidyar Network dan North Base Media.
Namun, pengadilan Filipina telah memutuskan bahwa surat-surat keuangan yang digunakan untuk membayarkan dana itu tidak kena pajak.
Kasus pajak tersebut adalah salah satu dari beberapa gugatan hukum dari pemerintah yang dia dan Rappler hadapi, sehingga memicu kekhawatiran akan kebebasan pers di negara itu.
Meski telah bebas dari tuduhan penggelapan pajak, jurnalis terkemuka Filipina itu masih harus menghadapi tiga kasus lainnya, terutama tentang tuduhan pencemaran nama baik di dunia maya yang kini dalam proses banding. Ressa terancam tujuh tahun penjara jika kalah dalam upaya banding tersebut.
Sebelumnya, jurnalis terkemuka itu telah melawan serangkaian tuntutan hukum dari pemerintah yang diberikan kepada dirinya, yang diduga sebagai upaya pemerintah dalam menghentikan jurnalis melakukan pekerjaan mereka.
BERITA TERKAIT: