Reuters dalam laporannya menyebut sedikitnya 120 orang tewas. Manajemen Umum Migrasi, bagian dari kementerian dalam negeri negara itu, terus memantau perkembangan dan data jumlah korban.
Lingkungan yang paling terkena dampak adalah Mont-Ngafula dan Bandalungwa, Kintambo dan Ngaliema. Diperkirakan jumlah korban bisa bertambah.
AFP dalam laporannya mengatakan, sembilan orang tewas ketika rumah mereka ambruk di distrik Binza Delvaux.
Jalan-jalan utama di pusat Kinshasa, kota berpenduduk 15 juta orang, terkepung air, dengan laporan beberapa mayat ditemukan terendam.
Jalan Raya Nasional 1 yang menghubungkan Kinshasa dengan provinsi Kongo Tengah, terputus. Gambar yang beredar di media sosial menunjukkan tanah longsor di distrik Mont-Ngafula, memotong jalan raya, yang merupakan jalur pasokan utama yang menghubungkan ibu kota dengan pelabuhan Matadi di Samudera Atlantik.
Banjir juga menggenangi jalan-jalan di distrik pemerintah kelas atas Gombe, yang menampung kementerian dan kedutaan.
Terletak di Sungai Kongo, Kinshasa telah melihat masuknya populasi besar dalam beberapa tahun terakhir. Wakil Gubernur Kinshasa, Gérard Mulumba mengimbau warga Kinshasa untuk tidak panik sambil menunggu solusi dari pihak berwenang.
Kinshasa telah tumbuh menjadi salah satu kota besar terbesar di Afrika. Urbanisasi cepat yang tidak diatur dengan baik telah membuat kota ini semakin rentan terhadap banjir bandang setelah hujan lebat, yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim.
Para pejabat mengatakan banyak kerusakan terjadi di rumah-rumah yang dibangun di atas sebidang tanah tanpa izin resmi.
“Mereka tidak punya dokumen. Mereka diusir tetapi mereka selalu kembali,†kata Walikota Mont-Ngafula Dieumerci Mayibazilwanga, tentang orang-orang yang membangun rumah tanpa izin.
Pada 2019, banjir dan tanah longsor menewaskan sedikitnya 32 orang di dalam dan sekitar Kinshasa.
BERITA TERKAIT: