Hal itu dikatakan oleh Wakil Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Colin Kahl kepada wartawan pada Selasa (8/11), seperti dimuat
Navy Times.
Ia mengatakan AS harus bersiap menghadapi hubungan Rusia dan China yang semakin dalam, khususnya setelah Presiden Xi Jinping dan Presiden Vladimir Putin menandatangani kemitran strategis tanpa batas hanya beberapa hari sebelum Rusia menginvasi Ukraina.
“Mereka benar-benar jauh lebih bersedia untuk memberi sinyal bahwa hal ini sedang menuju aliansi daripada kemitraan yang dangkal,†kata Kahl.
Kahl juga menyoroti latihan militer gabungan Rusia dan China yang melibatkan lebih dari 50 ribu tentara selama seminggu di awal September.
"China tampaknya memandang Rusia sebagai penyeimbang bagi AS, sementara Rusia, yang dikurung oleh sanksi Barat dan kontrol ekspor, semakin tidak punya tempat lain untuk dituju dan dapat semakin bergantung pada China secara ekonomi, teknologi, dan berpotensi militer,†jelas Kahl.
Meski begitu, Kahl juga menilai saat ini China masih waspada dengan perangkap sanksi AS sehingga Xi mengkritik perang, meski tidak menyebut nama Rusia.
Dengan munculnya aliansi Rusia dan China sebagai pemain utama kekuatan nuklir, Kahl lebih lanjut mengatakan AS harus menghentikan permainan agar tidak memasuki perlombaan senjata tanpa akhir.
“Kita seharusnya tidak memikirkannya bahwa jika Rusia memiliki 2.000 senjata nuklir dan China sebagai 1.000 senjata nuklir, Amerika Serikat membutuhkan 3.001," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: