Potensi Kekuatan Ekonomi dan Geopolitik, Dua Faktor yang Jadi Pertimbangan Pemindahan Ibu Kota ke Nusantara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/hani-fatunnisa-1'>HANI FATUNNISA</a>
LAPORAN: HANI FATUNNISA
  • Selasa, 08 November 2022, 12:45 WIB
Potensi Kekuatan Ekonomi dan Geopolitik, Dua Faktor yang Jadi Pertimbangan Pemindahan Ibu Kota ke  Nusantara
Rancangan bangunan pusat pemerintahan ibu kota baru Indonesia, Nusantara/Net
rmol news logo Keputusan pemerintah untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Nusantara diambil tidak sebatas untuk menghindari padatnya penduduk dan banjir saja, melainkan juga potensi kekuatan ekonomi dan geopolitik menjadi dua faktor yang cukup dipertimbangkan.

Sebuah tulisan The Interpreter yang diterbitkan oleh The Lowy Institute menyebut jika pergeseran ibu kota Indonesia mencerminkan ambisi proyeksi kekuatan strategis dan ekonomi yang berkembang.

Kalimantan Timur dipilih menjadi lokasi berdirinya ibu kota baru yang diberi nama Nusantara atau berarti kepulauan.

Tempat itu dipilih karena posisinya yang berada di tengah kepulauan Indonesia dan merupakan wilayah diluar 'Ring of Fire' yang bebas dari bencana baik gempa bumi, letusan gunung berapi, maupun tsunami.

Sejalan dengan tujuan Indonesia yang ingin menjadikan dirinya sebagai sebagai kekuatan Indo-Pasifik dan Poros Maritim Global serta peran aktif ekonominya di ASEAN, telah menunjukkan jika Nusantara di bangun untuk merealisasikan ambisi itu.

The Interpreter menyebut lokasi ibu kota baru akan mendekatkan Indonesia dengan wilayah yang paling diminati, yaitu Laut Sulawesi, Laut Arafura, dan Samudra Pasifik.

Kedekatan Nusantara dengan negara-negara tetangga, akan membawa peluang bisnis dan dampak ekonomi yang tidak terbatas pada Indonesia saja, melainkan juga pada  Brunei, Malaysia dan Filipina.

Meski begitu, tetap dibutuhkan kebijakan yang tegas dalam melindungi ibu kota baru, sebab di sekitar Laut Sulawesi dan Sulu kerap menjadi  sarang pembajakan, penyelundupan, dan penculikan untuk mendapatkan uang tebusan.

Untuk mengantisipasi ancaman tersebut, ternyata sejak 2017 Indonesia bersama Malaysia dan Filipina telah membentuk Trilateral Cooperation Agreement (TCA) lebih dulu sebelum mantap akan mendirikan Nusantara di sana.

Menurut The Interpreter, keamanan kawasan menjadi hal utama yang harus dipenuhi untuk mampu mendorong kegiatan ekonomi terintegrasi dan tumbuh pesat.

Sebelumnya, pada 1994 kelompok ekonomi Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines East ASEAN Growth Area (BIMP-EAGA) juga pernah dibuat, namun terhambat konektifitas fisik dan masalah kemanan.

Tetapi dengan hadirnya Nusantara di dekat mereka, bersamaan dengan kebijakan keamanan yang lebih baik dan terpusat di wilayah itu, akan mendorong inisiatif BIMP-EAGA kembali berjalan.

Indonesia sudah tiga kali berganti ibu kota, dari Batavia (Jakarta), Bandung, dan Yogyakarta ke Bukittinggi, kembali ke Jakarta, dan terakhir ke Nusantara.

Rencana pemindahan pusat pemerintahan Indonesia diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 2019 lalu dan tahun ini parlemen Indonesia mengesahkan undang-undang yang memungkinkan relokasi yang diusulkan dapat segera dilakukan. rmol news logo article
EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA