Baru-baru ini, muncul sebuah skenario yang dianalisis para pakar terkait upaya China mempersenjatai junta Myanmar, yaitu melalui negara ketiga.
Lewat tulisannya di
The Irrawaddy, analis politik Yan Naing menilai Beijing telah berhati-hati untuk terlibat, tidak hanya dengan junta tetapi juga dengan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG), sejak kudeta Myanmar pada Februari 2021.
Beijing waspada terhadap sentimen anti-China di Myanmar dan kemungkinan serangan balasan jika terlihat memasok senjata ke junta.
"Tetapi China bukanlah tetangga yang dapat dipercaya, dan dukungan Beijing yang dirahasiakan untuk militer Myanmar sedang dipantau secara ketat. Tidak seperti Rusia, China tidak dapat secara terbuka menjual senjata kepada rezim tersebut,†kata Yan, yang menggunakan nama samaran.
Mengutip sumber intelijen, Yan menuturkan, China menggunakan Pakistan sebagai perantara untuk menjual dan mengekspor perangkat keras militer ke junta Myanmar.
Hal itu dilakukan lantaran Myanmar mulai melakukan pendekatan dengan Rusia. Pemimpin kudeta Jenderal Min Aung Hlaing bahkan melakukan beberapa kunjungan ke Rusia untuk menyatakan niat membeli jet tempur, helikopter, dan rudal.
"China khawatir akan kehilangan Myanmar sebagai pelanggan senjatanya," ujar Yan.
Dalam beberapa tahun terakhir, khususnya sejak kudeta, hubungan keamanan dan kerjasama pertahanan Pakistan dengan Myanmar telah meningkat. Pakistan dilaporkan mengirimkan dua pesawat JF-17 Thunder Block-II ke Angkatan Udara Myanmar.
Saat ini, Yan mengungkap, junta militer juga mempertimbangkan untuk membeli senapan mesin berat dan peluncur granat dari Pakistan.
BERITA TERKAIT: