Sebagai negara demokrasi terbesar ketiga dan negara dengan penduduk beragama Islam terbanyak di dunia, Indonesia memiliki modal yang sangat besar untuk tampil di pentas global.
Sementara Spanyol adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Katolik. Seperti di Indonesia, kelompok minoritas juga dapat hidup dengan tenang di Spanyol.
Elemen lain dalam poros itu, Uni Emirat Arab, dipandang penting karena dalam beberapa dekade terakhir telah tampil sebagai salah satu kekuatan ekonomi besar di kawasan Timur Tengah dan dunia.
Selain itu, hubungan Indonesia dan UEA beberapa tahun belakangan ini juga menguat secara fundamental.
Simbol dari kerjasama itu antara lain adalah penggunaan nama Joko Widodo sebagai nama salah satu jalan utama di kota Abu Dhabi. Sementara di Indonesia, nama Pangeran Muhammad bin Zayid digunakan sebagai nama ruas jalan layang tol yang menghubungkan Jakarta dan Bandung.
Lalu, UEA juga membangun masjid di Solo yang menggunakan nama pemimpin UEA, Sheikh Zayid.
"Indonesia punya peluang besar, tapi terlalu lama low profile. Kini kita harus lebih high profile dan harus lebih proaktif, mengambil inisiatif, serta berani berimprovisasi," ujar Dubes Najib.
Ketua Komisi VIII DPR RI, Yandri Susanto, menyambut baik inisiatif KBRI Madrid dan Dubes Najib, serta berharap poros Jakarta-Madrid-Abu Dhabi dapat menjadi pembeda politik luar negeri Indonesia.
Dia juga mengatakan, perkembangan media sosial yang luar biasa beberapa tahun belakangan ini membuat Indonesia menjadi seakan-akan terbelah. Isu-isu yang dikembangkan di media sosial itu tidak produktif dan menguras energi bangsa yang seharusnya ditujukan untuk hal-hal yang lebih konstruktif.
"Moderasi beragama bukan hanya kebutuhan Indonesia, tapi juga kebutuhan dunia. Kehadiran negara dalam isu ini sangat penting," ujar Yandri.
"Ini bukan FGD basa-basi. Ini sangat serius, membawa misi besar yang muaranya adalah politik kebangsaan," katanya lagi.
Pembicara lain dalam FGD tersebut adalah Direktur Masjid Seville Sheikh Ibrahim Hernandez.
Ibrahim Hernandez yang lahir dan dibesarkan di tengah-tengah keluarga Islam mengatakan, pada dasarnya Islam adalah agama yang moderat. Sehingga tidak perlu lagi dimoderasi.
Dia mengatakan bahwa yang sering menjadi masalah adalah ada sebagian umat Muslim yang menjadi ekstremis.
Sekretaris Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, Rohmat Mulyana, yang juga hadir dalam FGD mengatakan sepakat dengan pandangan Ibrahim bahwa Islam adalah agama yang moderat.
"Makanya, di Indonesia yang dikembangkan adalah moderasi beragama atau wasatiah," ujarnya.
Delegasi Komisi VIII dipimpin oleh Ketua Komisi VIII Yandri Susanto dari Partai Amanat Nasional (PAN) dan Wakil Ketua Komisi VIII Diah Pitaloka dari PDI Perjuangan.
Anggota delegasi Komisi VIII lainnya adalah Maria Yohana Esti Wijayati dan I Komang dari PDIP, Hasan Basri Agus dan Endang Maria Astuti dari Partai Golkar, Muhammad Husni dan Subarna bin Engkos Kosasih dari Partai Gerindra, Lisda Hendrajoni dari Partai Nasdem, Maman Imanul Haq dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Wastam bin Saryadi dari Partai Demokrat, dan Buchori Yusup dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta Muhammad Rizal dari PAN.
Selain itu, juga hadir dua pejabat Kementerian Agama RI, yakni Sekretaris Dirjen Pendidikan Islam, Rohmat Mulyana, dan Kepala Bagian Umum Dirjen Pendis, Abdullah Hanif.
BERITA TERKAIT: