Demikian disampaikan mantan Perdana Menteri Rusia, Dmitry Medvedev, kepada kantor berita Rusia
RIA, pada Jumat malam (25/3). Medvedev menyebut sanksi hanya akan mengkonsolidasikan masyarakat Rusia dan tidak menyebabkan ketidakpuasan populer dengan pihak berwenang.
Negara-negara Barat hingga kini telah menjatuhkan serangkaian sanksi terhadap Rusia setelah invasinya ke Ukraina. Namun memasuki bulan kedua perang ini, pihak Kremlin memastikan akan tetap melanjutkan serangan sampai mencapai tujuan yaitu "demiliterisasi dan denazifikasi" Ukraina.
Beberapa sanksi secara khusus menargetkan para taipan atau disebut kaum oligarki Rusia, yang diyakini dekat dengan Presiden Vladimir Putin.
"Mari kita bertanya pada diri sendiri: dapatkah salah satu dari pengusaha besar ini memiliki pengaruh sedikitpun bahkan sekecil kuantum atom dari posisi kepemimpinan negara?" tanya pria yang juga pernah menjabat Presiden Rusia itu.
"Saya secara terbuka memberi tahu Anda: tidak, tidak mungkin," tegasnya.
Medvedev menambahkan, jajak pendapat menunjukkan, tigaperempat dari Rusia mendukung keputusan Kremlin untuk melakukan operasi militer di Ukraina dan bahkan lebih mendukung Presiden Vladimir Putin.
Sambil mengecilkan dampak ekonomi dari sanksi, Medvedev mengatakan pemerintah Rusia harus menemukan "solusi yang memadai" sendiri untuk memacu pengembangan industri pesawat, otomotif, dan IT.
"Sekarang, akan lebih sulit untuk mengatasi masalah itu, tetapi di sisi lain, kami tidak dapat mengandalkan siapa pun. Dalam hal ini, kita harus menyelesaikan masalah itu sendiri," ujarnya.
Kemudian dia mengecam orang-orang Rusia yang berbicara menentang invasi saat tinggal di luar Rusia.
"Anda bisa tidak puas dengan beberapa keputusan pihak berwenang, mengkritik pihak berwenang - ini normal," katanya.
"Tetapi Anda tidak dapat mengambil sikap melawan negara dalam situasi yang sulit seperti ini, karena ini adalah
lese majeste," ancam Medvedev.
Dalam interview tersebut, tiba tiba Medvedev mengatakan ada beberapa alasan di mana Rusia memiliki hak untuk menggunakan senjata nuklir. Ia menjelaskan, Rusia bisa saja menyerang negara atau perambahan infrastruktur yang mengakibatkan deteren nuklir Rusia lumpuh.
"Ini adalah tekad Rusia untuk mempertahankan kemerdekaan, kedaulatan negara kita, tidak memberi siapa pun alasan untuk meragukan bahkan sedikit pun bahwa kita siap untuk memberikan tanggapan yang layak atas setiap pelanggaran di negara kita, pada kemerdekaannya," ujarnya.
Namun Medvedev di akhir interview menekankan, jalur negosiasi bahkan di dalam situasi yang paling sulit seperti situasi Ukraina ini, tetap menjadi jalur pilihan Kremlin.
BERITA TERKAIT: