Pertemuan Wang dengan keempat menteri luar negeri dari negara anggota ASEAN tersebut menunjukkan bahwa pergolakan pasca-kudeta Myanmar yang semakin parah akan muncul di antara masalah-masalah bilateral lainnya.
China dan ASEAN berdiri bersama dan mengeluarkan suara serupa tentang masalah tersebut, yang sangat penting bagi kawasan untuk mencegah intervensi dari negara asing, sehingga mereka dapat fokus mencari solusi sendiri dan melakukan mediasi antara kekuatan yang berbeda di Myanmar.
Pertemuan pertama telah digelar antara Wang dan Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan di Provinsi Fujian pada Rabu (31/1). Kemudian disusul pertemuan dengan Menlu Malaysia Hishammuddin Hussein pada Kamis (1/4), dilanjutkan dengan Menlu Indonesia Retno Marsudi pada Jumat (2/4) pagi, lalu dengan Menlu Filipina Teddy Locsin yang direncanakan pada Jumat sore, seperti dilaporkan
SCMP, Kamis (1/4).
Menlu Singapura Balakrishnan dalam beberapa pekan terakhir telah mengadakan pembicaraan dengan Malaysia, Indonesia, dan Brunei, yang merupakan ketua ASEAN saat ini, mengenai tindakan keras militer yang memburuk di Myanmar. Tak satu pun dari negara Asia Tenggara mempublikasikan bahwa Myanmar akan menjadi salah satu topik yang dibahas dengan Wang, meski keprihatinan internasional atas tindakan junta semakin meningkat.
China menjadi tuan rumah bagi empat negara Asia Tenggara dalam waktu hampir bersamaan, dan dilakukan tidak lama setelah pembicaraan AS-China yang tegang di Alaska.
Dylan Loh, asisten profesor kebijakan publik dan urusan global di Nanyang Technological University, menyoroti pertemuan itu sebagai sinyal diplomatik yang penting baik secara domestik maupun eksternal.
“China ingin menunjukkan bahwa ia memiliki dukungan, persahabatan, dan ia juga mendapat dukungan dari banyak negara. Ini penting karena China berada di bawah tekanan diplomatik yang meningkat dari Barat,“ ujar Dylan.
Pertemuan tatap muka itu kemungkinan akan menampilkan campuran masalah regional serta bilateral.
“Pertemuan tersebut mungkin tidak harus berlangsung di bawah acara resmi Asean, (tetapi) China jelas memiliki pemikiran Asean,†katanya, mencatat bahwa pendekatan Beijing selalu melibatkan blok secara kolektif dan juga anggotanya secara individu.
“Ini tentu saja menggarisbawahi bobot diplomatik yang dimiliki China di kawasan itu,†kata Dylan.
Tan See Seng, profesor hubungan internasional di Sekolah Studi Internasional S. Rajaratnam Singapura mengatakan pertemuan itu adalah kesempatan bagi Beijing untuk menilai posisi empat negara tersebut dalam pendekatan pemerintah baru AS ke Laut China Selatan yang disengketakan.
“Di satu sisi, Anda tidak ingin menolak undangan China untuk pertukaran bilateral di Laut China Selatan. Mencoba mempengaruhi situasi agar lebih sesuai dengan kepentingan Anda dan kepentingan kawasan secara keseluruhan. Dan, di sisi lain, Anda berisiko memainkan strategi China untuk menjaga agar ASEAN tetap terpisah di Laut China Selatan,†kata Tan.
Sementara Song Qingrun, seorang profesor di Universitas Studi Luar Negeri Beijing, mengatakan kepada CGTN, bahwa ia meihat China berencana bekerja dengan ASEAN untuk menjaga stabilitas di laut China Selatan dan menyelesaikan ‘krisis politik internal’ Myanmar.
BERITA TERKAIT: