Dosen Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Rahmi Fitriyanti meyakini jika
people power yang terbentuk tersebut dapat mengalahkan junta militer yang merebut kekuasaan jika mendapatkan dukungan kuat.
Berbicara dalam RMOL World View bertajuk "Ketar-Ketir Kudeta Militer Di Myanmar" pada Senin (15/2), Rahmi menyebut masyarakat sipil Indonesia dapat berkontribusi untuk memberikan dukungan tersebut.
"Sebagai negara terbesar di ASEAN, Indonesia sebenarnya bisa mengambil tindakan tapi bukan ata nama
G-to-G (Government to Government), tetapi melalui ormas," ujar Rahmi.
Sebagai negara anggota ASEAN, Indonesia harus mematuhi prinsip non-intervensi atau tidak mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Sehingga, kata Rahmi, kanal untuk berkontribusi menyelesaikan persoalan Myanmar dapat dilakukan melalui sektor swasta.
Jika melihat tren demonstrasi Myanmar saat ini, lanjut Rahmi, aksi dilakukan oleh para pemuda, seperti halnya yang terjadi di Indonesia pada era reformasi.
"Mereka (pemuda) sudah bosan, sudah jenuh, sudah lelah selama 49 tahun dikuasai oleh militer. Mereka ingin bangkit dan merubah kekuasaan," jelas Rahmi.
Rahmi mengatakan, dengan situasi tersebut, ormas-ormas atau tokoh-tokoh di Indonesia dapat memberikan dukungan untuk merangkut pemuda Myanmar agar dapat memperkuat institusi demokrasi.
Organisasi pemuda di Indonesia pun dapat bekerja sama dengan organisasi serupa di Thailand, Malaysia, Filipina, dan negara lain untuk memberikan dukungan kepada pemuda Myanmar. Bukan hanya dukungan moral, tetapi juga logistik.
"Saya yakin, sekuat apapun junta militer yang melakukan kudeta, bagaimana pun juga akan kalah dengan
people power jika
people power memperoleh dukungan kuat, baik itu dari domestik atau luar," tegasnya.
BERITA TERKAIT: