Diketahui bahwa sejumlah massa pendukung Trump merangsek masuk di gedung Capitol Hill untuk mengacau dan membuat onar di tengah Sidang Kongres yang sedang melakukan verifikasi atas kemenangan Joe Biden dalam pemilu presiden Amerika Serikat akhir tahun 2020 lalu.
Hal itu tidak lain adalah efek dari keengganan Trump untuk mengakui kekalahannya dalam pemilu yang lalu.
"Di masa pemerintahan Trump ini, yang namanya demokrasi itu dilanggar prinsip-prinsipnya. Sampai-sampai, para pendukungnya pun terinspirasi untuk melanggar," ujar Research fellow dari Loyola University Chicago Amerika Serikat, Ratri Istania kepada redaksi
Kantor Berita Politik RMOL pada Kamis (7/1).
"Menghargai kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat, melindungi kebebasan pers, itu kan bagian dari pilar-pilar demokrasi. Nah semuanya itu dilanggar oleh Trump," sambungnya.
Ratri menilai bahwa hal ini merupakan suatu bentuk kemunduran besar dalam demokrasi di negeri Paman Sam. Terlebih, Amerika Serikat adalah negara yang kerap menjadi rujukan demokrasi bagi banyak negara lainnya.
"Ini kemunduran besar," kata Ratri.
Dia menyinggung kembali pemilu presiden Amerika Serikat tahun 2016 lalu di mana Hillary Clinton kalah dari Donald Trump.
"Pada saat itu, Hillary Clinton mengakui kekalahannya. Itu juga memang merupakan tradisi, di mana jika salah satu calon sudah memenuhi bilangan
electoral vote yang cukup, yaitu 270, artinya pemenangnya sudah jelas," papar Ratri.
"Sekarang kebalikannya. Biden menang jauh dari Biden dengan 306
electoral college, dibandingkan Trump 232. Artinya, Trump harus bisa melihat itu dan mengakui kekalahan. Tapi ini tidak ada speech semacam itu dan ini buruk sekali," tambahnya.
Hal ini berimbas besar bagi demokrasi Amerika Serikat.
"Prinsip demokrasi seolah tidakk ada untuk dia (Trump) dan juga para pendukungnya," tandasnya.
BERITA TERKAIT: