Yazidi adalah kelompok etnoreligius yang menggunakan bahasa Kurdi dan mempraktikkan agama sinkretisme, gabungan Syiah dan Sufi Islam dengan tradisi adat rakyat daerah.
Etnis agama minoritas ini berjumlah sekitar 550 ribu di barat laut Irak.
Pada 3 Agustus 2014 silam, kelompok ISIS menyapu wilayah itu. ISIS memaksa orang-orang Yazidi menjadi pengikut mereka, membantai ribuan pria, menculik wanita dan gadis serta memaksa anak laki-laki untuk bertarung atas nama kelompok ISIS.
ISIS memaksa orang-orang Yazidi menjadi pengikut mereka, membantai ribuan pria, menculik wanita dan gadis serta memaksa anak laki-laki untuk bertarung atas nama kelompok ISIS.
Anak-anak Yazidi dipaksa masuk Islam dan mengajari mereka bahasa Arab, serta melarang anak-anak itu untuk berbicara bahasa Kurdi yang menjadi bahasa asli kaum Yazidi.
Parlemen Australia menyebut peristiwa itu sebagai genosida. Sebagian dari mereka yang berhasil lolos menetap di Mount Gambier, sebuah kota terpadat kedua di Australia Selatan.
Enam tahun berlalu, tetapi peristiwa kelam itu tidak bisa lepas dari ingatan mereka. Sampai hari ini, anak-anak yang selamat itu menderita cedera jangka panjang yang melemahkan, serta gangguan stres pasca-trauma, perubahan suasana hati, agresi dan kilas balik.
Kini, komunitas Yazidi di Kota Mount Gambier itu, berkumpul untuk memperingati hari serangan militer Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang menewaskan ribuan kaum mereka di Irak utara.
Komunitas Yazidi di Mount Gambier berharap warga Australia Selatan mendukung mereka sebagai tanda solidaritas.
Ahmed Murad, salah satu penyintas yang tiba di Mount Gambier awal tahun ini, mengatakan, dirinya ingin seluruh dunia memahami trauma yang dialami kaumnya.
"Mereka menculik saudara perempuanku, mereka mengguncang kotaku yang terluka, dan menghancurkan hati setiap ibu dan ayah," kata Murad, dikutip dari
ABC Net, Minggu (2/8).
Murad masih terus dicekam ketakutan. Apa yang dilihatnya ketika itu bagai mimpi buruk dengan sekitar 2.000 mayat tergeletak.
"Aku tidak bisa mempercayai pemandangan itu, aku tidak pernah melupakan darah itu," kata Murad.
Kendati peristiwa mengerikan itu telah melenyapkan banyak kaumnya, komunitas Yazidi masih berharap anak-anak dan perempuan mereka yang diculik bisa kembali suatu hari nanti.
Sebagian orang-orang Yazidi sampai sekarang masih terlantar di kamp-kamp pengungsi. Dunia nampaknya belum bertindak serius, menurut Murad.
Murad mengatakan, serangan militer ISIS 3 Agustus 2014 itu terjadi pukul 02.00 dini hari. Ia bersama ribuan lainnya diculik dan kepalanya ditutupi kain hitam.
Murad adalah sedikit dari yang bisa melarikan diri. Dia bersembunyi di Gunung Sinjar. Gunung Sinjar adalah kawasan di Irak utara yang dijadikan tempat pelarian oleh kaum Yazidi meski kemudian mereka juga banyak dibantai di sana.
Selain Murad, Salvana Awsee, yang tiba di Mount Gambier pada Mei tahun lalu bersama saudara dan ibunya, ingin warga Australia mengetahui tentang pembantaian yang terjadi di tanah kelahirannya.
Laki-laki muda berusia 24 tahun itu mengisahkan kekejaman yang didapat kaumnya. Awsee merupakan salah satu dari ribuan kaum Yazidi yang berhasil kabur dari Gunung Sinjar setelah menetap tujuh hari. Ia kabur ke Suriah, lalu ke Kurdistan dengan berjalan kaki selama 12 jam tanpa sepatu.
ISIS telah menghancurkan desanya, kata Awsee. ISIS juga merengut banyak nyawa.
"ISIS telah merampas masa depan dan impian kami," keluhnya.
Laporan terbaru Amnesty International menyebut ada sekitar 2.000 anak-anak Yazidi yang masih terjebak oleh trauma psikologis dan fisik meskipun kini mereka telah terbebas dari cengkeraman kelompok pemberontak Negara Islam.