Protes yang dihadiri oleh lebih dari 500 orang pada Sabtu (13/6) tersebut berlangsung dengan damai dengan sedikit kehadiran polisi.
Aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas protes Black Lives Matter yang sedang dilakukan oleh berbagai negara di penjuru dunia. Namun khusus di Taiwan, protes memiliki fokus terhadap diskriminasi yang dialami para penduduk asli yang hanya berjumlah kurang dari tiga persen dari total populasi pulau tersebut.
Misalnya seorang penduduk asli beretnis Bunun yang tinggal di Taiwan tengah bernama Savungaz Valincinan. Di atas panggung, Savungaz mengaku, penduduk asli Taiwan mungkin tidak menghadapi ancaman atau ketakutan yang dirasakan warga kulit hitam di AS.
Kendati begitu, ia juga mengaku, masih banyak orang di dalam masyarakat Taiwan yang mendiskriminasi mereka. Salah satunya seperti menolak untuk menyewakan akomodasi kepada penduduk asli.
"Kami tidak menginginkan perlakuan khusus. Yang kami inginkan adalah hak paling dasar yang layak kami dapatkan sebagai manusia," ujar Savungaz yang merupakan anggota Front Pemuda Adat yang disambut tepuk tangan meriah.
"Kami keluar hari ini untuk mendukung gerakan ini bukan karena simpati. Itu karena kami juga telah melalui luka didiskriminasi," tegasnya seperti dikutip
CNA.
Meski pemerintah Taiwan sudah banyak melakukan berbagai upaya untuk melindungi budaya dan masyarakat asli, namun banyak dari masyarakat Taiwan yang memiliki rasisme yang mendarah daging.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: