Taipan tersebut adalah mantan bos Nissan Jepang, Carlos Ghosn yang ditangkap awal tahun ini atas tuduhan pelanggaran keuangan. Sejak penangkapannya, dia menjadi tahanan rumah di Tokyo.
Namun, jelang pergantian tahun, dia secara diam-diam telah meninggalkan Jepang dan tinggal di Lebanon.
Pria berusia 65 tahun itu sendiri diketahui mengantongi paspor Brasil, Perancis dan Lebanon. Namun sejak ditangkap, otoritas keamanan telah menyita ketiganya sebagai syarat jaminannya.
Salah satu pengacaranya, Junichiro Hironaka, mengkonfirmasi kepada wartawan bahwa ketiga paspor Ghosn tersebut masih berada di tangan otoritas keamanan Jepang. Dia pun mengaku tercengang mendengar berita penerbangan kliennya yang santer diberitakan media sejak awal pekan ini.
Lembaga penyiaran publik
NHK mengutip sebuah sumber anonim, mengabarkan bahwa Badan Layanan Imigrasi Jepang tidak memiliki catatan Carlos Ghosn meninggalkan negara itu.
Lantas bagaimana Ghosn bisa diam-diam kabur dari Jepang?
Kabar terbaru yang dimuat
The Guardian mengutip saluran berita TV Lebanon
MTV, menyebutkan bahwa Ghosn melarikan diri dari tahanan rumah di Jepang dengan bersembunyi di dalam sebuah kotak alat musik. Aksi tersebut kabarnya didalangi oleh istrinya, Carole dengan bantuan band musik Gregorian dan sebuah tim mantan perwira pasukan khusus.
Aksi pelarian bak adegan film Hollywood itu dimulai ketika band tersebut tiba di rumahnya di Tokyo, di mana Ghosn ditahan di bawah tahanan rumah dan pengawasan ketat polisi.
Pada akhir pertunjukan ketika para musisi mengemas instrumen mereka, Ghosn tampaknya menyelinap ke dalam salah satu kotak musik yang berukuran besar dan dibawa ke bandara lokal kecil.
Di situ, sebuah pesawat pribadi sedang menunggu untuk mengangkut mereka ke Istanbul, Turki. Dari sana dia tampaknya telah menaiki jet pribadi Bombardier Challenger untuk penerbangan ke Lebanon dan tiba awal pekan ini (Senin, 30/12).
Berita pelarian itu mengejutkan bagi pihak berwenang Jepang dan mencoreng sistem keamanan di negara tersebut.
Seorang anggota parlemen dari Partai Demokrat Liberal (LDP) yang berkuasa, Taichiro Motoe, mengatakan bahwa kabar itu merupakan kejutan. Dia menyerukan perbaikan cepat dan efektif.
Anggota parlemen dari LDP lainnya, Masahisa Sato, mengatakan hal yang senada.
"Jika ini benar, itu bukan meninggalkan negara, itu adalah keberangkatan ilegal dan pelarian, dan ini sendiri adalah kejahatan," ujarnya.
"Apakah ada bantuan yang diberikan oleh negara yang tidak disebutkan namanya? Ini juga merupakan masalah serius bahwa sistem Jepang memungkinkan keberangkatan ilegal dengan begitu mudah," keluh Sato, yang juga mantan menteri negara untuk urusan luar negeri.
Untuk diketahui, Jepang dan Lebanon tidak memiliki perjanjian ekstradisi. Namun kedua negara memiliki hubungan diplomatik yang baik.
BERITA TERKAIT: