ISTAC sebagai pusat kajian dan riset ilmiah merupakan lembaga otonom dari International Islamic University Malaysia (IIUM) yang memiliki tiga program studi pasca sarjana (S2 dan S3), antara lain: Pemikiran Islam; Saints Islam; dan Peradaban Islam.
Ketika Anwar Ibrahim dan kawan-kawannya terlempar dari pentas politik Malaysia, ISTAC yang semula bersinar sebagai salah satu pusat pemikiran dan peradaban Islam bersekala dunia yang menjadi salah satu kebanggaan rumpun Melayu ikut redup.
Dalam waktu bersamaan, tetangganya Indonesia memasuki era reformasi sebagai proses demokratisasi, khususnya dalam bidang politik. Para cendekiawan muslim yang semula menekuni bidang pendidikan, dakwah, serta pemikiran Islam ramai-ramai terjun ke dunia politik. Akibatnya pusat-pusat kajian seperti Paramadina, Lembaga Studi dan Filsafat (LSAF), dan CIDES (Center for Information and Development Studies) terbengkalai dan perlahan-lahan tidak lagi menghasilkan ide maupun gagasan segar. Padahal, lembaga-lembaga inilah yang mengantarkan tokoh-tokoh Islam seperti Nurcholish Madjid, Dawam Rahardjo, Amien Rais, Syafi'i Maarif, Imaduddin, dan lain-lain ke pentas dunia.
Akibatnya, walaupun para tokoh Islam berhasil menduduki berbagai jabatan politik baik di eksekutif maupun legislatif, di tingkat nasional, provinsi, maupun kabupaten atau kota, perjuangan mereka seperti kehilangan arah.
Kembalinya Anwar Ibrahim dan kawan-kawan ke pentas politik Malaysia membuat ISTAC kini bersinar kembali. Dalam seminar internasional yang diadakan pada 6-8 Februari 2019, bertema Contamporary Islamic Thought for Societal Reforms, Anwar Ibrahim tampil tetap energik dan menawan walau kini usianya sudah tidak muda lagi.
Dalam seminar yang juga menampilkan Prof. John L.Esposito dari Georgetown University yang buku-bukunya sangat diminati di dunia Islam, karena pemikirannya tentang Islam sangat rasional dan objektif. Lebih dari itu, Esposito kini menjadi salah satu dari sedikit cendekiawan Barat yang bersimpati terhadap Islam. Ia berkeyakinan ide dan pemikiran yang dibangun dari nilai-nilai Islam dapat memberikan konstribusi bagi membangun kembali peradaban dunia yang kini sedang terpuruk.
Kebangkitan kembali dan upaya untuk menghidupkan kegairahan dalam membangun wacana, pemikiran dan gagasan berbasis nilai-nilai Islam di Malaysia saat ini, semoga berimbas ke Indonesia. Jika hal ini terjadi, apalagi diikuti oleh kolaborasi di antara dua rumpun Melayu terbesar di Asia Tenggara ini, maka bukan mustahil gagasan Islam moderat dan rahmatan lilalamin yang menjadi karakter dan budaya Melayu akan memberikan kebanggaan bukan saja bagi ummat Islam yang berada di kawasan Asia Tenggara, akan tetapi ummat Islam di seluruh dunia.
[***]Penulis adalah pengamat politik Islam dan demokrasi.