Ketika menerima delegasi pemantau pemilu dari berbagai negara di kantornya, Jumat (18/5), Ketua Tribunal Supremo de Justicia (TSJ), Maikel Josef Moreno Perez, mengatakan, mereka sudah terbiasa menghadapi tekanan pihak asing yang merasa dirugikan oleh revolusi dan sosialisme Bolivarian. Namun sejauh ini, Venezuela masih bertahan.
"Anda sekarang berada di Venezuela dan melihat langsung apa yang kami lakukan. Semua transparan. Sistem pemilu kami inklusif, pada akhirnya yang menang adalah rakyat," ujar Moreno.
TSJ adalah semacam Mahkamah Agung di Venezuela, merupakan satu dari lima cabang kekuasaan yang diatur Konstitusi 1999, selain pemerintah yang sering disebut Kekuasaan Rakyat, Parlemen Nasional, Dewan Pemilihan Nasional (CNE), dan Kekuasaan Warganegara seperti ombusdman.
Parlemen Nasional untuk sementara karena sejumlah pemimpinnya terlibat dalam kasus korupsi. Di bulan Desember 2017, Venezuela menggelar pemilihan Mahkamah Konstituante yang bertugas menyusun konstitusi baru.
Moreno mengatakan, semua partai politik, termasuk partai oposisi, sepakat untuk menggelar pemilihan presiden dan parlemen provinsi. Bahkan oposisi pula yang mendesak agar jadwal pemilu dimajukan, dari sebelumnya bulan Desember 2018 menjadi April 2018.
Lalu, dengan alasan persiapan kurang matang, oposisi kembali minta agar pemilu ditunda hingga bulan Mei.
Namun belakangan oposisi memboikot pemilu, serta menggalang kampanye internasional dan mengajak negara-negara lain untuk tidak mengakui hasil pemilu.
"Saya adalah korban sanksi internasional, Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Swis," demikian Moreno.
[guh]
BERITA TERKAIT: