Hal itu disampaikan Ketua CNE Tibisay Lucena dalam pertemuan dengan tim pemantau internasional di kantor CNE, Kamis siang (17/5) waktu setempat, atau tengah malam WIB.
Tim pemantau internasional tersebut berjumlah sekitar 150 orang dari berbagai negara. Di dalamnya adalah individu-individu dengan berbagai latar belakang, seperti anggota parlemen, anggota lembaga penyelenggara pemilu, akademisi, wartawan, dan aktivis organisasi keagamaan.
Kantor Berita Politik RMOL ikut diundang menjadi bagian dari tim internasional itu.
Dalam pemilu kali ini, rakyat Venezuela akan memilih presiden dan anggota parlemen negara bagian. Khusus untuk Caracas, pemilih hanya memilih presiden.
"Sejak awal pemilu diputuskan kami mendapat tekanan dan serangan. Mereka (musuh-musuh Venezuela) meminta agar pemilu ditunda dan mengancam tidak akan mengakui hasil pemilu," ujar Tibisay Lucena.
"Venezuela adalah negara independen dan berdaulat. Kami tidak tunduk pada tekanan pihak manapun," sambungnya.
Pemilu, sambung Tibisay Lucena, adalah mekanisme yang disepakati rakyat banyak melalui wakil-wakilnya.
"Kami sudah terbiasa dengan pemilu. Ada krisis politik, kami pemilu. Ada krisis ekonomi, kami pemilu. Kami sudah sepakat menyelesailan masalah kami lewat kotak suara," tegas Tibisay Lucena.
Dalam kesempatan itu Tibisay Lucena juga menyinggung serangan Kanada yang melarang warganegara Venezuela di Kanada untuk memberikan suara. Sikap Kanada ini, sebutnya, sangat mengejutkan.
"Memberikan suara adalah salah satu hak asasi manusia, dan pemilu adalah ciri penting negara demokrasi. Bagaiamana mungkin ada negara yang mengaku demokratis tetapi melarang individu memberikan suara," sebutnya lagi.
Setelah sambutan Tibisay Lucena, staf CNE mendemonstrasikan proses pemberian suara yang menggunakan perangkat digital.
[guh]
BERITA TERKAIT: