Perancis Tambah Pasukan di Republik Afrika Tengah

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/shoffa-a-fajriyah-1'>SHOFFA A FAJRIYAH</a>
LAPORAN: SHOFFA A FAJRIYAH
  • Sabtu, 15 Februari 2014, 12:49 WIB
Perancis Tambah Pasukan di Republik Afrika Tengah
foto: net
rmol news logo Perancis berencana mengirimkan 400 tentaranya guna membantu memerangi krisis di Republik Afrika Tengah.

Pernyataan ini disampaikan Kantor Presiden Francois Hollande, setelah Sekjen Perserikatan Bangsa Bangsa, Ban Ki Moon, menyerukan bantuan internasional untuk menghentikan kekerasan sektarian yang bisa memicu genosida lebih cepat.

"Kami berada pada tahap penting dalam mengelola krisis Afrika Tengah. Kita menghindari hal terburuk dalam kekerasan etnis dan agama ini, dan menghindari negara (Republik Afrika Tengah) jatuh kembali ke dalam kekacauan," kata Duta Besar Perancis di PBB, Gerard Araud, seperti dilansir dari Reuters (Sabtu, 15/2).

Tidak hanya itu, Presiden Hollande juga mendesak negara-negara lain untuk meningkatkan solidaritasnya dan meminta Dewan Keamanan PBB untuk menyetujui pembentukan pasukan penjaga perdamaian PBB di negara bekas koloninya itu.

Pengiriman pasukan baru ini akan menambah jumlah tentara Perancis di Republik Afrika Tengah menjadi 2.000 personil, setelah negara Eiffel itu mengirimkan 1.600 pasukan pada bulan Desember lalu.

Penduduk beragama Islam di Republik Afrika Tengah menjadi sasaran kekerasan setelah pasukan pemberontak Seleka yang Muslim merebut kekuasaan tahun lalu. Mereka dianggap membunuh serta memperkosa warga Kristen dan menghancurkan desa-desa Kristen.

Milisi-milisi Kristen yang menyebut diri sebagai pasukan pembela diri atau anti-balaka melakukan aksi balas dendam sehingga memaksa penduduk Muslim melarikan diri.

Presiden Catherine Samba-Panza sudah mengatakan dia akan "berperang" dengan milisi Kristen yang membantai umat Islam. Dia mengatakan milisi, yang disebut anti-Balaka, telah kehilangan arah dan menjadi orang-orang yang membunuh, yang menjarah penuh kekerasan.

Milisi Kristen mengaku akan terus membalas dendam atas kekejaman oleh Muslim tahun lalu.

Amnesty International menggambarkan situasi itu sebagai "pembersihan etnis". [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA