RMOL. Selepas pasukan Dewan Transisi Nasional Libya (NTC) menduduki Tripoli, pusat pertahanan pemimpin Libya Moamar Khadafi, warga diisolasi dan dirundung ketakutan. Mereka merasa, tentara revolusioner tengah melancarkan serangan balas dendam untuk membalas dukungan mereka di masa lalu.
Buku-buku bertebaran di lantai laboratorium komputer dan mateÂmatika. Lemari hancur. Peluru melubangi monitor komputer dan kaca pintu. Itulah kondisi sekolah Tareq Abu Zeyad, sekitar 180 kilometer dari Tripoli.
“Saya tidak tahu mengapa meÂreka membalas dendam kepaÂda ruang kelas, sekolah, baÂnguÂnan yang dapat berguna bagi masÂyarakat,†kata Mohammed Saleh, wakil kepala sekolah meÂnengah umum Tareq Abu Zeyad.
Saleh adalah warga suku al-MeshashÂya, yang berjanji setia kepada rezim penguasa pada awal revolusi dan ikut menyemÂbunyikan loÂyalis KhaÂdafi ketika mereka melarikan diri dari kota-kota yang berhasil diÂduduki paÂsukan anti Khadafi. SuÂku al-Meshashya menghuni desa ini dan kampung di sekitarnya.
Saleh menambahkan, serangan itu sudah sangat keliru karena banyak warga diam-diam menÂdukung pemberontakan namun takut diketahui publik. Revolusi dimulai pada pertengahan FeÂbruÂari di kota Benghazi timur dan keÂmuÂdian menyebar ke seluruh negeri.
Di tempat lain di Libya, suku-suku lain yang mengklaim keseÂtiaan kepada Khadafi juga menÂdapat serangan dari pasukan NTC. Banyak anggota suku Twarga melarikan diri dari MiÂsÂrata selama pertempuran ke kota barat. SekaÂrang puluhan keluarga Twarga terpaksa tinggal di seÂkoÂlah di Tripoli karena pasukan reÂvoluÂsioÂner mengisolasi mereÂka dan tidak mengizinkan meÂreka kemÂbali ke rumah mereka di Misrata.
Juru bicara militer untuk DeÂwan Transisi Nasional yang berkuasa, Kolonel Ahmed BaÂnim, menolak semua tuduhan tersebut. Menurutnya ini adalah upaya untuk mencoreng citra pasukan NTC di kota Zintan yang terbukti berperan penting dalam serangan bulan lalu ke Tripoli dan meÂmaksa Khadafi lari masuk perÂsembunyiannya.
“Ada fokus untuk menciptakan revolusioner Zintan dan Misrata tampak buruk, tetapi mereka adaÂlah penjuang yang paling tangguh dalam perjuangan untuk memÂbebaskan Libya dari Khadafi, dan saya tidak suka dengan tuduhan-tuduhan ini,†kata Bani. Dia mengatakan, para pemimpin suku harus mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah.
Ibrahim Abu Shala, pemimpin suku al-Meshashyas, mengatakan komandan Khadafi mengunjungi tetua desa pada bulan Maret untuk meyakinkan mereka untuk menentang pemberontakan. Abu Shala mengatakan dia kemudian membujuk suku untuk berjanji setia kepada rezim dan menerima loyalis Khadafi.
“Menjadi, salah satu suku terbeÂsar di pegunungan barat, Khadafi menggunakan kami untuk meÂnahan para pemÂbeÂrontak dari baÂgian barat negara ini,†kata Abu ShaÂla. Rezim mempersenjatai keÂluarga dan para pemuda dengan senÂjata baru, terutama KalashÂniÂkovs dan senÂjata mesin tangan.
Namun pada tanggal 8 AgusÂtus, sekitar dua minggu sebelum para pemberontak memasuki ibukota mereka mendukung tenÂtara NTC.
“Kami mendengar bahwa para revolusioner mengumumkan bahÂwa kami harus menyerahkan senjata kami, jadi kami bertemu dengan mereka dan mereka memÂberi kami dua jam untuk melaÂkukannya,†kata Amer Ramadan, yang menghadiri pertemuan antara perwakilan suku dan pemÂberontak anti Khadafi di Zintan, 21 Agustus.
Suasana pertemuan berjalan cair, mereka memberikan kami waktu dua jam untuk menyeÂrahkan semua senjata, meski tanpa perintah dari NTC di pusat. “MeÂreka kemudian marah dan meÂngatakan kami terlalu lambat. Kemudian ratusan dari mereka memasuki kota dan mulai meÂnembaki rumah kami dan mengÂhancurkan properti publik seÂbagai balas dendam,†terang Ramadan.
Dia menambahkan serangan di mulai pada 21 september dan berlangsung selama tiga hari. Mobil pribadi dan hewan ternak di curi, dan rumah-rumah dibaÂkar. TiÂdak sampai di situ saja, para pemÂberontak juga meÂnyeÂrang sekolah.
Wartawan Associated Press tidak diizinkan masuk ke Mizdah oleh pasukan revolusioner yang menjaga pos penjagaan kota berpenduduk 20.000 orang itu.
“Al-Meshashya adalah musuh peÂmerintahan baru dan revoÂluÂsiÂoner. Mereka adalah masalah, jauh-jauh dari mereka,†kata Adel KhaÂlifa (34), aparat di pos peÂmeriksaan.
Pemerintah NTC mengirimkan 20 juta dinar atau sekitar Rp 143 miliar Selasa (27/9) ke Sabha, kota terpencil selatan yang dikuÂasai oleh pejuang yang setia kepada Khadafi. Mereka berÂharap tinÂdaÂkan ini meningkatkan dukungan. [rm]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: