Pasukan Transisi Balas Dendam Kepada Pendukung Khadafi

Tega-teganya Mereka Hancurkan Sekolah & Rumah Warga

Kamis, 29 September 2011, 06:48 WIB
Pasukan Transisi Balas Dendam Kepada Pendukung Khadafi
Moamar Khadafi

RMOL. Selepas pasukan Dewan Transisi Nasional Libya (NTC) menduduki Tripoli, pusat pertahanan pemimpin Libya Moamar Khadafi, warga diisolasi dan dirundung ketakutan. Mereka merasa, tentara revolusioner tengah melancarkan serangan balas dendam untuk membalas dukungan mereka di masa lalu.

Buku-buku bertebaran di lantai laboratorium komputer dan mate­matika. Lemari hancur. Peluru melubangi monitor komputer dan kaca pintu. Itulah kondisi sekolah Tareq Abu Zeyad, sekitar 180 kilometer dari Tripoli.

“Saya tidak tahu mengapa me­reka membalas dendam kepa­da ruang kelas, sekolah, ba­ngu­nan yang dapat berguna bagi mas­yarakat,” kata Mohammed Saleh, wakil kepala sekolah me­nengah umum Tareq Abu Zeyad.

Saleh adalah warga suku al-Meshash­ya, yang berjanji setia kepada rezim penguasa pada awal revolusi dan ikut menyem­bunyikan lo­yalis Kha­dafi ketika mereka melarikan diri dari kota-kota yang berhasil di­duduki pa­sukan anti Khadafi. Su­ku al-Meshashya menghuni desa ini dan kampung di sekitarnya.

Saleh menambahkan, serangan itu sudah sangat keliru  karena banyak warga diam-diam men­dukung pemberontakan namun takut diketahui publik. Revolusi dimulai pada pertengahan Fe­bru­ari di kota Benghazi timur dan ke­mu­dian menyebar ke seluruh negeri.

Di tempat lain di Libya, suku-suku lain yang mengklaim kese­tiaan kepada Khadafi juga men­dapat serangan dari pasukan NTC. Banyak anggota suku Twarga melarikan diri dari Mi­s­rata selama pertempuran ke kota barat. Seka­rang puluhan keluarga Twarga terpaksa tinggal di se­ko­lah di Tripoli karena pasukan re­volu­sio­ner mengisolasi mere­ka dan tidak mengizinkan me­reka kem­bali ke rumah mereka di Misrata.

Juru bicara militer untuk De­wan Transisi Nasional yang berkuasa, Kolonel Ahmed Ba­nim, menolak semua tuduhan tersebut. Menurutnya ini adalah upaya untuk mencoreng citra pasukan NTC di kota Zintan yang terbukti berperan penting dalam serangan bulan lalu ke Tripoli dan me­maksa Khadafi lari masuk per­sembunyiannya.

“Ada fokus untuk menciptakan revolusioner Zintan dan Misrata tampak buruk, tetapi mereka ada­lah penjuang yang paling tangguh dalam perjuangan untuk mem­bebaskan Libya dari Khadafi, dan saya  tidak suka dengan tuduhan-tuduhan ini,” kata Bani. Dia mengatakan, para pemimpin suku harus mengambil inisiatif untuk menyelesaikan masalah.

Ibrahim Abu Shala, pemimpin suku al-Meshashyas, mengatakan komandan Khadafi mengunjungi tetua desa pada bulan Maret untuk meyakinkan mereka untuk menentang pemberontakan. Abu Shala mengatakan dia kemudian membujuk suku untuk berjanji setia kepada rezim dan menerima loyalis Khadafi.

“Menjadi, salah satu suku terbe­sar di pegunungan barat, Khadafi menggunakan kami untuk me­nahan para pem­be­rontak dari ba­gian barat negara ini,” kata Abu Sha­la. Rezim mempersenjatai ke­luarga dan para pemuda dengan sen­jata baru, terutama Kalash­ni­kovs dan sen­jata mesin tangan.

Namun pada tanggal 8 Agus­tus, sekitar dua minggu sebelum para pemberontak memasuki ibukota mereka mendukung ten­tara NTC.

“Kami mendengar bahwa para revolusioner mengumumkan bah­wa kami harus menyerahkan senjata kami, jadi kami bertemu dengan mereka dan mereka mem­beri kami dua jam untuk mela­kukannya,” kata Amer Ramadan, yang menghadiri pertemuan antara perwakilan suku dan pem­berontak anti Khadafi di Zintan, 21 Agustus.

Suasana  pertemuan berjalan cair, mereka memberikan kami waktu dua jam untuk menye­rahkan semua senjata, meski tanpa  perintah dari NTC di pusat. “Me­reka kemudian marah dan me­ngatakan kami terlalu lambat. Kemudian ratusan dari mereka memasuki kota dan mulai me­nembaki rumah kami dan meng­hancurkan properti publik se­bagai balas dendam,” terang Ramadan.

Dia menambahkan serangan di mulai pada 21 september dan berlangsung selama tiga hari. Mobil pribadi dan hewan ternak di curi, dan rumah-rumah diba­kar. Ti­dak sampai di situ saja, para pem­berontak juga me­nye­rang sekolah.

Wartawan Associated Press tidak diizinkan masuk ke Mizdah oleh pasukan revolusioner yang menjaga pos penjagaan kota berpenduduk 20.000 orang itu.

“Al-Meshashya adalah musuh pe­merintahan baru dan revo­lu­si­oner. Mereka adalah masalah, jauh-jauh dari mereka,” kata Adel Kha­lifa (34), aparat di pos pe­meriksaan.

Pemerintah NTC mengirimkan 20 juta dinar atau sekitar Rp 143 miliar Selasa (27/9) ke Sabha, kota terpencil selatan yang diku­asai oleh pejuang yang setia kepada Khadafi. Mereka ber­harap tin­da­kan ini meningkatkan dukungan.   [rm]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA