Ternyata, Data Kebutuhan Beras Antarkementerian Tidak Sinkron
| Selasa, 22 Mei 2018, 12:27 WIB

Ketua Komisi VI DPR, Teguh Juwarno mendukung kehadiran Komjen (Purn) Pol Budi Waseso (Buwas) di Badan Urusan Logistik (Bulog).
Teguh berharap Buwas dapat memberikan angin segar dalam lingkup persoalan ketersediaan pangan di Indonesia.
"Di awal kepemimpinan Buwas di Bulog, ia sudah dapat melihat bahwa terkait persoalan data beras, ternyata antar kementerian saja tidak sinkron," kata Teguh saat rapat dengar pendapat Komisi VI dengan Deputi BUMN beserta jajarannya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (21/5).
"Kalau kami minta penjelasan dari Menteri Perdagangan kenapa mengimpor beras, selalu dikatakan bahwa ketersediaan beras di pasar ada masalah atau terjadi kelangkaan," tambahnya.
Sementara dari Menteri Pertanian selalu menyatakan beras surplus, bahkan sudah bisa mengekspor.
"Menurut saya hal ini menjadi penting bagi parlemen untuk menyelenggarakan rapat kerja gabungan antara Komisi VI dan Komisi IV DPR dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Bulog agar persoalan beras ini tidak berputar-putar saling lempar. Siapa sebenarnya biang keroknya," imbuhnya.
Senada dengan Teguh, rekan satu komisinya, Lili Asdjudiredja juga mendukung pernyataan Kabulog Buwas yang tidak setuju rencana pemerintah mengimpor beras sebanyak 500 ribu ton.
"Memang benar kalau kita tidak perlu melakukan impor beras 500 ribu ton. Sebab untuk menjaga jumlah stok, Kabulog telah menyiapkan sebanyak 1,5 juta ton beras. Itu artinya stok sudah cukup baik. Jadi jangan selalu cari untung saja. Oleh karenanya hal ini harus dipertanyakan kepada Menteri Perdagangan," ujar Lili.
Pada kesempatan yang sama, Buwas mengatakan bahwa sampai hari ini pihaknya tidak bisa berpedoman pada data yang ada untuk dijadikan patokan, khususnya dalam masalah beras. Karena data dari Menteri Pertanian mengenai hasil produk beras juga belum valid.
"Kami juga melihat data dari bidang pertanian mengenai sawah ladang, ini juga tidak jelas. Kemudian dari Menteri Perdagangan mengatakan bahwa suplai kurang karena harga naik. Padahal faktanya tidak demikian, karena kalau kami lihat data-data di lapangan seluruh sawah yang memproduksi padi ketika mereka panen raya itu luar biasa surplus," papar Buwas.
Menurutnya, Bulog sendiri tidak mampu menyerap seluruh gabah dari petani. Banyak regulasi yang menghambat Bulog untuk bisa menyerap secara maksimal. Buwas akan mengajukan perubahan-perubahan terhadap regulasi yang ada, agar Bulog bisa benar-benar berperan aktif dalam menangani masalah beras.
"Ada permasalahan yang baru kami temukan, di mana impor untuk cadangan pemerintah kebanyakan di gudang kita menunggu penugasan, sedangkan (beras) itu batas waktunya, sehingga akan turun nilai maupun kualitasnya. Ini akan berbahaya bilamana beras itu disimpan terlalu lama. Kami tidak mau ada istilah diperbaiki atau
mixing, karena pada akhirnya yang akan rugi adalah masyarakat sebagai konsumen," paparnya.
Pada waktu sebelumnya ditemukan beras Bulog yang kondisinya berkutu dan bau, sambung dia, karena memang sudah kadarluasa. Tetapi untuk mengurangi kerugian, maka akhirnya diturunkan.
"Kami tidak ingin hal itu terjadi lagi," pungkasnya.
[wid/***]